Nasib Miris Pedagang Batik di Kota Batik
Nah, sejak tiga tahun terakhir, pedagang batik banyak kelimpungan. Sekalipun Pamekasan memiliki ikon Kota Batik, pedagang batik tidak bisa mendulang untung dari hasil penjualannya.
Pembeli batik akhir-akhir ini sangat sepi. Ada penurunan hingga 50 persen, jika dibandingkan dengan 2013–2014.
Bahkan, tidak sedikit pedagang batik di Pasar 17 Agustus yang terpaksa gulung tikar. Mereka rugi lantaran batik dagangannya tidak laku.
”Sudah ada sekitar 10 pedagang batik yang berhenti,” ungkapnya.
Syahid tetap bisa bertahan di Pasar 17 Agustus. Sebab, selain jualan di kiosnya, dia mempromosikan batik dagangannya lewat online.
Dengan cara itu, dagangan batik miliknya bisa terjual satu per satu. Pembeli banyak yang dari luar kota. Hal itu dilakukan karena masyarakat yang berkunjung maupun yang membeli ke kios sepi.
Batik tidak berhubungan dengan musim. Namun, gaungnya saat ini kurang sehingga berdampak pada sepinya pembeli. Meskipun laku, hasil tidak seberapa. Kadang tidak cukup untuk biaya makan dan transportasi.
Dia berharap, dukungan pemerintah untuk mempromosikan batik perlu ditingkatkan. Sebab, promosi batik, menurut dia, sangat kurang. Mengenai harga, bergantung pada proses batik. Yang tulisannya halus semakin mahal.