Neraca Perdagangan Surplus, Namun Industri Belum Optimal
jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Universitas Nasional (Unas) Jakarta Prof. Dr. I Made Adnyana memuji surplus 2 miliar dollar AS pada neraca perdagangan Indonesia di Februari 2021, melanjutkan tren positif sejak Mei 2020.
Namun, data impor non migas menurutnya masih belum pulih dari posisi Desember 2020 sebesar USD 12,96 miliar, menjadi USD 11,78 miliar.
“Dibanding Januari 2021, volume impor mesin dan peralatan mekanis juga masih mengalami penurunan (-2,62 persen). Ini menunjukkan sektor industri manufaktur masih belum optimal menyerap bahan baku untuk ekspor,” ujar Prof Adnyana dalam diskusi daring yang diselenggarakan Pusat Kajian Sosial Politik (PKSP) Universitas Nasional, Jakarta, Senin (22/3) kemarin.
Prof Adnyana mengakui, industri pengolahan masih memberikan kontribusi ekspor terbesar yaitu USD 12,15 miliar (79,57 persen dari total ekspor) dan menunjukkan kenaikan 1,38 persen dibanding Januari 2021.
Namun kalau dijabarkan lebih dalam sesuai sub sektor, terlihat ada kecenderungan penurunan kontribusi dari sektor industri pengolahan, seperti lemak dan minyak/hewan nabati (-30,30%), mesin dan peralatan mekanis (-4,35%), alas kaki (-1,63%), dan logam mulia, permata/perhiasan (-1,54%).
Ia juga menyoroti menurunnya ekspor berbagai produk kimia yang angkanya cukup tinggi yaitu minus 24,94% dari sisi volume dan minus 25,48% dari sisi nilai.
Demikian pula besi dan baja yang turun cukup tinggi, yaitu 11,43% (volume) dan 14,95% (nilai).
Prof Adnyana mengingatkan agar hati-hati dalam membaca data statistik, karena nilai surplus tidak selalu memberi kabar gembira, sebagaimana data BPS Februari 2021, yang secara tidak langsung menunjukkan data belum pulihnya kontribusi sektor industri manufaktur.