Neraca Perdagangan Surplus, Namun Industri Belum Optimal
Dosen Universitas Nasional Jakarta itu menyarankan pemerintah khususnya kementerian perindustrian, melakukan kajian komprehensif terhadap masih belum optimalnya industri manufaktur baik dari sisi produksi maupun dari kemampuan daya saing di pasar global.
Terlebih, pemerintah sudah memberikan segalanya, mulai dari kemudahan berinvestasi, insentif pajak dan kemudahan-kemudahan lain sebagaimana tertuang dalam UU Cipta Kerja.
“Pandemi memang tidak bisa dihindari, tetapi dunia terus bergerak, kita harus segera bangkit untuk kembali menguasai pasar dunia,” tutur Prof Adnyana saat disinggung mengenai dampak berkepanjangannya pandemi Covid 19.
Sementara itu, Ketua Departemen Hubungan Internasional Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar Darwis, M.A., Ph.D., menyoroti ketimpangan pasar penyerap produk ekspor komoditas Indonesia yang menumpuk pada tiga negara besar, yaitu RRT (20,50%), Amerika Serikat (12,92%), dan Jepang (8,35%).
Padahal, lanjut Darwis, banyak negara dengan penduduk besar seperti India, negara-negara di Timur Tengah atau negara di Afrika yang sesungguhnya sangat potensial untuk pemasaran komoditi dan produk ekspor Indonesia.
“Mie Instan, otomotif dan suku cadang, kelapa sawit, karet dan barang dari karet, juga busana muslim sangat potensial untuk pasar negara-negara muslim di Asia, Timur Tengah, dan Afrika,” kata Darwis.
Ia berharap jajaran kementerian perdagangan bersama kementerian luar negeri harus bekerja keras membuka akses pasar bagi produk-produk Indonesia ke negara-negara tersebut, meskipun harus menghadapi tantangan produk sejenis dari RRT, India dan Vietnam.
“Mereka bisa jual produk bagus dengan harga murah, mestinya kita juga lebih bisa" pungkas Darwis.(gir/jpnn)