Newmont Rugikan Negara Rp10,6 T
jpnn.com - Pasalnya, persidangan berskala internasional yang memeriksa gugatan pemerintah RI terkait divestasi saham PT. NNT itu berlangsung tertutup, sangat rahasia, dan dijaga superketat.
Sehingga, wartawan media ini yang coba meliput kegiatan itu tak berhasil memperoleh informasi apa-apa, mengingat tidak ada satu pihak pun yang mau dimintai komentarnya.
Researcer Institute for Global Justice-Jakarta, Salamuddin Daeng pada JPNN di Jakarta, Jumat (12/12) menjelaskan, mekanisme sidang semacam ini (yang tertutup, sangat rahasia, dan dijaga superketat, Red) menyebabkan masyarakat tidak mendapat informasi yang memadai guna melakukan pengawasan terhadap hasil pekerjaan arbiter pemerintah.
Sebagaimana diketahui, pemerintah telah menunjuk arbiternya yakni pakar hukum dari National University of Singapore, Prof M Sornarajah. ''Tapi, masyarakat kita juga tidak mendapat informasi yang memadai terkait penunjukan ini,'' katanya.
Semestinya dalam proses arbitrase ini, kata Daeng, begitu Salamuddin Daeng biasa disapa, pemerintah harus menyediakan ruang bagi masyarakat untuk melakukan pengawasan. Karena, hal ini menyangkut pelaksanaan hak dan kewajiban sebagai warga negara semata sebagaimana amanat konstitusi.
Lebih-lebih mengingat keputusan arbitrase tersebut berkaitan dengan ekonomi nasional dan selanjutnya ekonomi rakyat.
Dikatakan, kegagalan divestasi 30 persen saham (2007) dan 37 persen saham (2008) menyebabkan perekonomian nasional dirugikan cukup besar karena kehilangan deviden yakni mencapai Rp 10,58 triliun lebih.
Sebagaimana diketahui, akunya, PT. NNT tahun 2005 mampu meraih revenue (nilai penjualan) sekitar USD 1,5 miliar lebih atau sekitar Rp 3,9 T (laporan ESDM, 2006). Revenue perusahaan tersebut cenderung mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan harga emas dan tembaga di pasaran dunia.