Oligarki Musuh Bersama
Oleh: Lukman Hakim, Wakil Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA)jpnn.com - Keberhasilan gerakan reformasi 1998 tak lepas dari gerakan rakyat yang berhasil mengidentifikasi orde baru (Orba) sebagai musuh bersama. Kesadaran itu dengan cepat menular secara masif di kalangan Rakyat.
Partai Rakyat Demokratik menerjemahkan ke dalam gerakan anti-Kediktaktoran Orde Baru. Arus reformasi menggelora di mana-mana dan akhirnya orde baru jatuh.
Reformasi yang digadang sebagai jalan menuju kesejahteraan rakyat disikapi secara euforia massal tanpa adanya kekuatan politik alternatif yang mumpuni. Di saat yang sama kekuatan imperialisme diam-diam mengonsolidasikan diri melalui channel-channel politik bahkan melalui isu-isu demokratisasi.
Tak disangkal bahwa imperialisme berhasil mengikat Indonesia melalui LoI IMF yang ditandatangani Soeharto tak lama sebelum jatuh. Orde Baru boleh jatuh, tetapi roh imperialisme tidak mati.
Arus liberalisasi tersamarkan dalam euforia demokratisasi melalui pemilu dan juga proses politik di parlemen hingga mampu mengamendemen UUD 1945. Pasal krusial, yaitu pasal 33 berhasil dimodifikasi untuk kepentingan liberalisasi ekonomi dan melapangkan jalan bagi eksploitasi sumber daya ekonomi dan alam Indonesia.
Aturan jaminan sosial dicangkokkan dan melahirkan UU SJSN dan BPJS. Privatisasi BUMN strategis secara sistemik terus berlangsung meski korban dari rakyat berjatuhan.
Kemudian UU Minerba, UU SDA dan terakhir UU Ciptakerja. The Economist Intelligence Unit (EIU) dalam Laporan Indeks Demokrasi 2020, Indonesia mencatat skor terendah dalam 14 tahun terakhir yaitu menduduki peringkat ke-64 dunia dengan skor 6.3.
Dalam prosesnya, imperialisme dan liberalisasi melahirkan kekuatan sekelompok kecil (kaum 1 persen) yang berhasil menguasai separo sumber penghidupan rakyat banyak (kaum 99 persen).