Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Omnibus Law Banyak Penolakan, Gerindra Pastikan Tak Akan Bertindak Gegabah

Rabu, 04 Maret 2020 – 12:40 WIB
Omnibus Law Banyak Penolakan, Gerindra Pastikan Tak Akan Bertindak Gegabah - JPNN.COM
Kapoksi Gerindra Badan Legislasi DRP RI Heri Gunawan. Foto: Istimewa

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Kelompok Fraksi Gerindra di Badan Legislasi DPR RI, Heri Gunawan mengemukakan pandangannya terkait RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah diserahkan Presiden Joko Widodo alias Jokowi ke Senayan.

Politikus yang beken disapa Hergun, sendiri masih bertanya-tanya apakah RUU sapu jadat yang dimunculkan Jokowi pada pidato kenegaraan yang lalu di Parlemen, sebuah terobosan atau justru sumber kegaduhan baru. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya penolakan dari publik.

"Keberadaan RUU Omnibus Law Cipta Kerja banyak mendapatkan kritik dan penolakan. Sementara ini, penolakan terbesar datang dari buruh," ucap Hergun saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (3/3).

Penolakan buruh dinilai cukup beralasan karena banyak hal yang mereka khawatirkan: hilangnya ketentuan UMK, pesangon yang kualitasnya rendah dan tanpa kepastian, pemakaian tenaga alih daya atau outsourcing yang semakin mudah, sanksi pidana bagi perusahaan yang melanggar aturan dihapuskan.

Selain itu juga masalah jam kerja yang eksploitatif, karyawan kotrak akan sulit menjadi pegawai tetap, penggunaan tenaga kerja asing, termasuk, buruh kasar semakin bebas. Bahkan, perusahaan akan mudah melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK karyawan, hingga hilangnya jaminan kesehatan dan pensiun.

"Petani pun melontarkan penolakanya, bahwa RUU Cipta Kerja berbahaya untuk sektor pertanian karena menyetarakan produk pangan lokal dan impor," kata Anggota Komisi XI DPR ini.

Selanjutnya, beberapa kepala daerah memprotes penyusunan aturan tersebut yang tidak partisipatif dengan daerah. Menurutnya proses pembahasan omnibus law tidak transparan, ekslusif, dan tidak partisipatif.

Penolakan yang tak kalah dahsyat datang dari para pengamat yang menyatakan bahwa Pasal 170 RUU Cipta Kerja akan melahirkan pemerintahan yang ototiter karena ada ketentuan yang menyatakan UU bisa diganti oleh PP. Ketentuan ini mengebiri fungsi legislasi yang dimiliki legislatif.

Heri Gunawan bertanya-tanya apakah RUU sapu jadat yang dimunculkan Jokowi pada pidato kenegaraan yang lalu di Parlemen, sebuah terobosan atau justru sumber kegaduhan baru.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News