Onar
Oleh Dhimam Abror DjuraidIsi twit itu ialah 'Sampai Jumpa di 2026'. Hal itu dianggap indikasi bahwa HRS akan dikerangkeng sampai 2026.
Twit itu tidak terbukti, tetapi hukuman empat tahun bakal memastikan HRS tidak akan ikut cawe-cawe dalam Pilpres 2024. Dalam keadaan oposisi yang vakum dan tiarap seperti sekarang, HRS dianggap sebagai salah satu pemimpin oposisi yang paling potensial menggalang massa.
Mengerangkeng HRS sampai 2024 praktis akan menghilangkan potensi ancaman oposisi yang punya kemampuan menggerakkan massa. Selama ini gerakan oposisi seperti ompong karena tidak ada leader yang bisa menggerakkan massa.
Perdebatan oposisi hanya ramai di wacana dan media. Pemimpin yang mampu menggerakkan massa sudah tidak ada lagi setelah HRS dipenjara.
Gerakan oposisi tiarap total setelah pemerintah melakukan beberapa crack down penangkapan dan penahanan. Gerakan oposisi KAMI yang dikomandani Gatot Nurmantyo dan Dien Syamsudin sekarang lenyap dan nyaris tak terdengar.
Sebuah gerakan yang sebelumnya menggebu-gebu ternyata hilang dalam waktu relatif singkat setelah beberapa tokohnya ditahan. Gerakan oposisi ini seperti layu sebelum berkembang, dan oposisi kehilangan pemimpin yang bisa menggerakkan massa.
Tanpa oposisi yang efektif, agenda-agenda politik yang kontroversial akan berjalan lebih mulus. Kemunculan gerakan Jokpro untuk mempromosikan Jokowi menjadi presiden tiga periode akan menjadi ujian paling serius bagi gerakan oposisi di Indonesia.
Tanpa pemimpin oposisi yang efektif dan mampu menggerakkan massa, agenda itu diperkirakan akan berjalan mulus.