Owi/Butet Selalu Kena 'Kutukan' Istora, Hendra Menyesal Sedikit karena...
Untuk pemain dengan karir yang masih hijau kala itu, hadiah rumah jelas sangat wow. Tapi, tentu saja rumah yang lepas tersebut sudah terkompensasi dengan berbagai uang hadiah, penghargaan, bonus, serta kontrak sponsor yang diperoleh Hendra sepanjang karir sejak kegagalan di Palembang itu. Jumlahnya juga sudah pasti berlipat-lipat.
Indonesia punya sederet pebulu tangkis dengan raihan selevel Hendra. Dari generasi baheula sampai angkatan kiwari. Juga, seperti Hendra, di balik kegemilangan sepanjang karir, ada saja gelar yang selalu gagal direbut.
Taufik Hidayat misalnya. Seperti Hendra, Taufik juga pernah berjaya di Olimpiade, kejuaraan dunia, dan Asian Games. Dan, tak seperti Hendra, menantu mantan Ketua Umum KONI Agum Gumelar itu dua kali sukses mengantarkan Indonesia menjuarai Piala Thomas.
Taufik juga tercatat sebagai pemegang rekor juara tunggal putra Indonesia Terbuka dengan enam kali memenanginya. Tapi, Taufik selalu terantuk di All England.
Lain lagi Susy Susanti. ”Musuh besar” tunggal putri terbaik Indonesia sepanjang masa itu bernama Asian Games. Jangankan medali emas, ke final saja, juara Olimpiade 1992 di Barcelona itu belum pernah.
Nah, kalau batu sandungan Taufik dan Susy di luar negeri, duet Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir malah terantuk di kandang sendiri. Mereka memang pernah mencatat hat-trick juara All England. Tapi, di Istora Senayan, ganda campuran andalan Indonesia itu selalu apes.
Sejak dipasangkan pada 2010, belum sekali pun Owi/Butet –sapaan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir– naik podium di Istora Senayan. Pada 2011 dan 2012, Owi/Butet kandas di partai puncak Indonesia Terbuka. Lalu, mulai 2013 sampai 2015, duet peringkat kedua dunia tersebut selalu mentok di semifinal. Begitu pula saat tampil di kejuaraan dunia tahun lalu.
”Terkadang kami juga terpengaruh riuh suporter di Istora,” ujar Owi.