Pak Harto & Gus Dur Belum Jadi Pahlawan Nasional, Begini Penjelasan Prof Jimly
jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan Jimly Asshiddiqie mengungkap penyebab Presiden Kedua RI Soeharto dan Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) belum dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional.
Menurut pakar hukum tata negara itu, ada dua faktor yang mengakibatkan negara belum bisa memberikan gelar Pahlawan Nasional untuk dua tokoh tersebut.
"Pertama, tahun ini tidak diajukan lagi karena sudah berkali kali diajukan alasannya masih sama, karena ini kuburannya masih basah belum kering," kata Jimly di Istana Negara, Jakarta, Jumat (8/11).
Jelang Hari Pahlawan kali ini Presiden Joko Widodo mengukuhkan enam tokoh sebagai hero. Yakni Ruhana Kuddus (jurnalis dan tokoh pendidikan), Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi (pejuang penentang pendudukan Belanda di Buton), Prof DR M Sardjito (tokoh pendidikan), serta tiga anggota BPUPKI yakni KH Abdul Kahar Mudzakkir (asal Yogyakarta), A.A Maramis (asal Sulawesi Utara) dan KH Masjkur (asal Jawa Timur).
Jimly lantas mencontohkan sosok Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi yang lahir pada awal abad ke-18 Masehi di Buton. Sultan Buton itu wafat di Gunung Siontapina pada 1776.
"Kayak Himayatuddin itu abad ke berapa. Terus yang paling muda KH Masjkur meninggal tahun 1992, sudah 30 tahun. Jadi Pak Harto, Gus Dur apalagi, itu kan masih baru. Jadi itu alasan formal yang kami ajukan," tutur mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu (MK) itu.
Kedua, kata Jimly, para peraih gelar Pahlawan Nasional merupakan high profile dan mendapat perhatian khusus dari masyarakat. Senator dari DKI Jakarta itu menjelaskan, andai Gus Dur tidak pernah jadi presiden justru sangat mungkin sudah dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional.
"Misalnya kayak Gus Dur, dia seandainya bukan menjadi presiden pantas jadi Pahlawan Nasional, karena dia ini tokoh pluralis dan tokoh yang melindungi kelompok minoritas. Maka dia sangat dicintai," tutur Jimly.