Pak Prabowo, Tolong Ingat Pilkada Rakyat bukan Pilkada Survei
jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengkritik Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang menggunakan hasil survei untuk mengklaim kemenangan duet Anies Baswedan-Sandiaga Uno pada pilkada DKI Jakarta putaran kedua.
Menurut Hasto, pilkada adalah menghitung suara rakyat pemilih, sehingga mengklaim kemenangan berdasar hasil survei sama saja salah arah dan menyederhanakan kebenaran suara rakyat.
“Dalam psikologi politik, pidato singkat yang disampaikan oleh Pak Prabowo dalam akhir masa kampanye tersebut justru harus dibaca terbalik,” ujar Hasto melalui siaran pers ke media, Selasa (18/4).
Politikus asal Yogyakarta itu pun menyebut kubu Anies-Sandi sebenarnya telah menampilkan kekhawatiran atas tren elektabilitas yang terus menurun. Hasto menyebut tergerusnya elektabilitas duet yang diusung Gerindra dan PKS itu akibat kesalahan strategi kampanye yang menampilkan wajah politik yang berbeda dengan tradisi kebudayaan bangsa Indonesia yang dikenal toleran, welas asih dan suka bermusyawarah.
Hasto menambahkan, hal berbeda justru ditunjukkan Tim Pemenangan Basuki T Purnama-Djarot S Hidayat. Menurutnya, tim kampanye bagi duet yang berjuluk Ahok-Djarot itu sangat memahami kultur dan sosiologi politik Indonesia.
“Tim kampanye Basuki-Djarot tidak pernah memaksakan kehendak, lebih-lebih hanya menggunakan lembaga survei untuk klaim kemenangan sepihak. Kami tidak mau mengerdilkan suara rakyat yang dimanipulasi dengan klaim kemenangan yang seolah fantastis sebagaiman ditampilkan lembaga survei pimpinan Denny JA,” tegasnya.
Karenanya Hasto menegaskan, suara rakyat pada pilkada DKI merupakan hal sakral karena menentukan nasib lebih dari 9,6 juta warga di ibu kota. Karenanya, tak semestinya kesakralan suara rakyat didegradasi dengan survei yang meragukan.
“Ini adalah Pilkada rakyat, bukan pilkada survei,” papar Hasto.
Selain itu, Hasto juga menyayangkan pidato Prabowo Subianto yang beredar dalam bentuk video yang isinya terkesan tendensius dan menyudutkan pasangan Ahok-Djarot. Sebab, sudah semestinya semua pihak mewujudkan pilkada yang demokratis, luber dan jurdil.