Pakar Hukum Pidana Bicara soal Pemblokiran Rekening FPI
jpnn.com, JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir sementara rekening para mantan pentolan Front Pembela Islam (FPI).
Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji menilai penghentian sementara transaksi dan aktivitas 87 rekening FPI dan afiliasinya adalah proses wajar karena diduga terkait dengan tindak pidana.
"Ini memang proses wajar terkait pro justitia terhadap adanya dugaan tindak pidana yang predicate crime masuk dalam kategori pada Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," kata Indriyanto Seno Adji dalam rilis pers yang diterima di Jakarta, Rabu (13/1).
Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menjelaskan, tindakan upaya paksa (coercive force) dari pro justitia termasuk pemblokiran rekening memiliki indikasi atau bukti awal kaitan TPPU dengan tindak pidana asal.
"Hampir semua upaya paksa berupa pemblokiran dana didasarkan dari dugaan hasil TPPU. Kalau memang bukan berasal dari TPPU, pengadilan akan kembalikan kepada yang berhak atas kepemilikan dana tersebut," katanya.
Sedangkan dosen hukum dari Universitas Indonesia Aristo Pangaribuan menilai wajar atau tidaknya penghentian sementara transaksi dan aktivitas rekening orang-orang mantan FPI itu tergantung perspektif.
Aristo membenarkan fungsi analisis PPATK termasuk di dalamnya menghentikan transaksi.
"Kemudian diteruskan kepada penyidik. Ingat, tindak pidana pencucian uang itu pasti ada predicate crime-nya, hanya bisa berdiri sendiri acaranya, tapi tidak anatomi pidananya. Artinya, berhubungan dengan tindak pidana apa, harusnya dijelaskan," kata Aristo.
Aristo juga mengingatkan bahwa PPATK bukanlah penyidik.
"Dia hanya penyelidik. Artinya, PPATK ini harusnya dalam rangka pulbaket pengumpulan bahan keterangan, dan belum bisa dikatakan sebagai bukti, tapi kan sekarang statementnya masih seperti kabur," katanya. (antara/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi: