Pakar Siber Kritik Penghimpunan Data Masyarakat Oleh Kemenkes
"Bayangkan bila KTP dan KK warga disalahgunakan untuk mendaftar nomor seluler penipu. Lalu ada warga ditipu dan melapor ke polisi, tentu nama di KTP dan KK sesuai pendaftaran seluler yang akan diperiksa dan bisa saja jadi tersangka. Ini jelas tidak baik," terang pria asal Cepu Jawa Tengah ini.
Pratama menegaskan, perlindungan data memang sangat krusial. Baru-baru ini kata dia, Lion Air harus menerima kenyataan 21 juta data penumpang anak perusahaannya Malindo dan Thai Air bocor dan disebarluaskan di forum-forum darkweb. Data penumpang mulai dari nama, alamat, email sampai informasi pribadi lainnya diekspos di internet.
Data tersebut ditengarai bocor karena kelalaian pihak ketiga yang membantu pengelolaan data Lion Air di cloud service AWS (Amazon Web Services). "Kita perlu sadar menjaga data tidak hanya dari kesalahan teknis atau serangan di internet, tapi juga mekanisme penghimpunaan data di lapangan," jelas Pratama.
Data memang diburu baik secara legal maupun ilegal. Perbankan menjadi salah satu pihak yang paling mendapat serangan massif. Mastercard, Visa, Euromoney dan lembaga keuangan lain terus mengalami fraud dalam jumlah yang tidak terpublikasikan, juga data nasabahnya yang terus diburu.
"Selain perbankan kini data kependudukan dan data medis menjadi sangat diburu. Beberapa waktu lalu bahkan puluhan juta data medis diekspos di darkweb, sebagian besar dari data medis di AS. Jadi SDM kita juga harus siap menghadapi kenyataan hari ini, bahwa semua pihak yang memiliki data krusial akan menjadi target eksploitasi," tambahnya.
Masyarakat, kata dia, banyak yang belum terlalu mengerti bahayanya menyerahkan data kependudukan pada orang lain tanpa mengetahui ke mana saja akan dipakai.
"Di sektor perbankan yang ketat saja masih bisa bocor, apalagi data dihimpun dan dikelola oleh instansi yang belum memiliki kompetensi dalam pengelolaan serta penyimpanan dokumen yang berklasifikasi konfidensial," jelas Pratama. (boy/jpnn)