Panon Hideung…Hikayat Pertemuan Nada Dunia
Dibantu para tukang dari Bandung, Moojen merancang anjungan berupa istana seluas enam ratus meter persegi dengan lebar bagian depan lebih dari seratus meter di perbatasan Lac Daumesnil, di tengah-tengah area pameran.
Anjungan itu ditata sedemikian apik dan elegan sehingga menjadi salah satu bangunan terbaik dan menjadi primadona dalam perhelatan tersebut.
Frances Gouda dalam buku Dutch Culture Overseas: Colonial Practic e in the Netherlands Indies, 1900-1942, menyebut anjungan Hindia Belanda yang dibangun para seniman Bandung itu menyerupai istana eklektik dari negeri dongeng.
Sedangkan Erik Orsenna, novelis dan politisi Perancis dalam buku De Koloniale Tentoonstelling, berpendapat rancangan Moojen dan para seniman Bandung itu adalah, “tontonan paling menakjubkan sepanjang sejarah Perancis.”
Hubungan yang erat dan intensif antara para seniman Bandung dan Paris selama perhelatan yang dihadiri tiga puluh empat juta pengunjung tersebut, pada akhirnya menebar pengaruh warna nuansa Eropa ke Kota Bandung. Sehingga kota kembang kemudian terkenal dengan julukan Paris van Java.
Boleh jadi, saya mengira-ngira malam itu, di sela perhelatan Internationale Koloniale Tentoonstelling itulah lagu itu lahir. Dalam sebuah pertemuan nada.
Dan jangan-jangan, gadis panon hideung atau dark eyes atau ochi chyornye alias adik mata hitam adalah satu di antara seniman Bandung yang ikut ke Paris.
Ah…entah iya, entah tidak. Namanya juga pertemuan nada. Kami membicarakannya memang dalam sebuah pertemuan nada.