Panopticon
Oleh: Dhimam Abror DjuraidKita semua sama dengan orang-orang yang berada di dalam sel-sel yang diawasi oleh Covid-19 yang berada di menara pengawas.
Kita patuh suhu tubuh kita diukur ketika memasuki perkantoran atau perumahan. Kita disiplin cuci tangan pakai sabun. Kita disiplin mengonsumsi vitamin E atau C untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Kita mematuhi protokol kesehatan tanpa membantah. Bekerja, belajar, beribadah, di rumah untuk menjaga jarak fisik dan sosial. Bahkan terhadap keluarga, anak, dan istri kita tega menjaga jarak dan tidak berbicara.
Ketika terjadi penyekatan dan larangan bepergian kita taat dan patuh. Bahkan kita rela mengorbankan kesempatan silaturahmi dan anjangsana kerabat setahun sekali, karena ada larangan mudik.
Kita rela memodifikasi cara kita beribadah. Bahkan kita dengan senang hati menutup tempat ibadah demi kepentingan Panopticon.
Panopticon global diwakili oleh Badan Kesehatan Dunia, WHO, yang menerapkan aturan dan menetapkan pengawasan otomatis.
Di zaman Orde Baru aparat melakukan pengawasan sampai ke desa-desa dan bahkan masuk ke rumah-rumah. Sekarang pun aparat Panopticon mengawasi sampai ke rumah-rumah untuk memastikan tidak ada yang lolos dari pengawasan.
Vaksinasi menjadi kewajiban. Mekanisme ini akan memperkuat pengawasan Panopticon yang merasuk sampai ke pembuluh darah kita. Semua orang harus divaksin.