Pansus Papua: Papua Damai dan Sejahtera Sebuah Keniscayaan
Sedangkan Arif dari Kontras menyampaikan tentang belum adanya komitemen Pemerintah untuk menyelesaikan berbagai persoalan pelanggaran dan kekerasan di Papua. Konflik dan kekerasan di Papua merupakan akibat dari akumulasi berbagai persoalan dan perlakuan diskriminatif yang sudah terjadi sejak lama. Sejak tahun 60-an sampai sekarang model pendekatan dalam menyelesaikan persoalan Papua adalah sama (perampasan hak hidup, pembatasan kebebasan berskpresi, dan sebagainya).
Kontras juga mencatat bahwa Reformasi di tubuh TNI/Polri masih belum berjalan dengan baik, masih kasus-kasus penyelesaian di Papua dengan kekerasan dan menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Tugiawan dari perwakilan YLBHI bawah ada beberapa kasus pelanggaran HAM berat dan bahkan bagian dari komitmen pemerintah akan tetapi sampai sekrang belum ada progresnya. Eksalasi persoalan Papua mulai meningkat pasca Pemilu 2019 khususnya sejak Agustus sampai September 2019, tercatat 13 orang yang meninggal, anti-rasisme ada 3 orang yang meninggal.
Selama aksi anti-rasisme ada 30 orang yang ditangkap, di Papua ada 7 orang yang ditangkap dan dipindahkan penahannya ke Balikpapan, ada 6 tersangka yang ditahan di Mako Brimob yang dipersulit untuk diberikan pendampingan.
Data lengkap dapat dilihat Ombudsman RI yang dapat dikonfirmasi oleh Pansus Papua. Pemblokiran internet sangat merugikan masyarakat di Papua selama konflik berlangsung khususnya bagi masyarakat yang menggunakan internet untuk melakukan kegiatan ekonomi.
Ketiga narasumber berpandangan sama bahwa Kasus Wamena dan Wasior merupakan dua kasus pelanggaran HAM berat yang sudah masuk dalam nasional akan tetapi belum di tindaklanjuti oleh pemerintah. Ketiga narsum mengharapkan Pansus Papua pat berperan aktif dalam menyelesaikan berbagai persoalan pelanggaran HAM yang ada di Papua.
Sebagai penutup, Pansus dan Narasumber berkesepahaman bahwa peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi di Papua tidak boleh terulang lagi. Mengikis beban psikologis dengan penguatan layanan pendidikan, kesehatan, dan memberikan ruang untuk melakukan kegiatan ekonomi bagi korban HAM.
Mendorong percepatan terbentuknya Partai Politik Lokal sebagaimana yang diamanatkan didalam Bab VII Partai Politik Pasal 28 UU 21/2001 tentang Otsus Papua dan percepatan terbentuknya Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sebagaimana yang diamanatkan di dalam Bab XII Hak Asasi Manusia Pasal 46 UU Otsus Papua (UU 21/2001). Hal ini perlu segera diwujudkan sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan Papua Damai dan Sejahtera.(adv/jpnn)