Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Pecel Impor

Oleh Dahlan Iskan

Selasa, 24 November 2020 – 05:50 WIB
Pecel Impor - JPNN.COM
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Lalu ada pemikiran baru: melirik lahan Perhutani. Yang secara data banyak telantar. Tidak produktif. Yang secara statistik luasnya ratusan ribu hektare. Bahkan jutaan hektare.

Namun setelah dicoba, nyatanya hanya mendapat 200 hektare. Itu di Bojonegoro.

Pun tetap dicoba. Berhasil. Bisa 3 ton/hektare, tetapi tidak bisa lagi lebih luas dari itu. Dan tidak ekonomis untuk didirikan pabrik kacang di dekatnya.

"Sebenarnya berapa pun produksi kacang dalam negeri masih bisa diserap oleh pabrik kacang seperti kami," ujar Sudhamek –yang juga ketua 'dewan syura' Persatuan Masyarakat Buddha Indonesia (Permabudhi) itu.

Kesempatan menyejahterakan petani lewat kacang tanah masih terbuka. Lihatlah harga kacang di toko-toko: Rp 50.000/bungkus. Yang isinya tidak sampai 1 kg. Padahal harga kacang hanya Rp 6.000/kg.

Berarti kalau sejumlah petani bergabung dalam suatu korporasi pasti hebat. Sekalian punya pabrik pengolahnya. Agar harga Rp 6.000 itu bisa berlipat-lipat.

Tentu sebenarnya bukan hanya kacang tanah yang penggarapannya sudah harus beralih secara korporasi. Petani sudah harus bersatu dalam sebuah usaha bersama.

Sudah banyak yang menyadari itu. Tinggal siapa yang harus memulai. Tempulu belum kapital besar yang kelak akan menggantikannya.

Saya tidak membayangkan bahwa pecel zaman sekarang kacangnya impor: dari India atau bahkan Afrika. Maka sekarang ini kalau lagi makan pecel rasanya serasa ikut makan devisa.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close