Pemahaman Tentang Kekerasan Seksual Bisa Ganjal Perlindungan Korban
Selain itu, sebutnya, ada juga ketidaksepahaman soal perubahan di dalam sistem hukum.
"Nah, di dalam perubahan inilah yang kita tidak dalam posisi sama karena masih melihat bahwa menurut kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), aturannya seperti ini. Padahal kita ingin keluar dari kotak pemahaman si KUHP."
Sebagai salah satu pihak yang turut menelurkan RUU PKS, Nurher menilai masyarakat juga belum terlalu paham duduk perkara legislasi ini.
"KUHP itu mengatur norma kesusilaan di masyarakat, bukan kekerasan seksualnya, jadi dalam KUHP yang dilindungi adalah nilai kesusilaan di masyarakat sementara RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini adalah untuk melindungi organ, fungsi dan kesehatan reproduksi seseorang."
Masalah ketidaksepahaman tersebut juga dicermati oleh Wulan Danoekoesoemo, pendiri Lentera Sintas Indonesia, sebuah kelompok pendukung penyintas kekerasan seksual di Jakarta.
Ia menuturkan, pemahaman anggota dewan soal kekerasan seksual memang belum nyata-nyata seragam. Namun, jika menilik pasal per pasal dari RUU PKS sendiri, ada celah yang seharusnya bisa diantisipasi sejak perancangan dilakukan.
"Bahwa sesungguhnya yang perlu dimasukkan di situ barangkali adalah Pemerintah bisa berkonsentrasi pada pendampingan korban kekerasan seksual di mana beberapa tahapan yang harus dilakukan sebelum melakukan tahapan pelaporan seperti visum et repertum, itu masih amat sangat sulit dijangkau," papar perempuan yang juga berprofesi sebagai dosen ini.