Pemerintah Diminta Pikirkan Masa Depan Infrastruktur Gas
jpnn.com, JAKARTA - Intervensi pemerintah dengan membatalkan rencana penyesuaian harga gas bumi oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) disayangkan para pengamat dan aktivis.
Mereka menilai kebijakan kementerian ESDM itu dinilai hanya menguntungkan kelompok elit tertentu. Hal itu diyakini bisa mematikan rencana pengembangan infrastruktur gas bumi .
"Harusnya semua stakeholder migas memikirkan pengembangan infrastruktur migas . Dalam kaitan ini pengembangan pipanisasi. Kenaikan ini perlu untuk pembangunan infrastruktur pipanisasi gas," ujar Direktur Institut Kajian Energi Akhmad yuslizar dalam siaran tertulisnya, Senin (4/11).
Pria yang karib disapa Yos ini khawatir bila harga gas tidak memiliki daya daya saing dapat menimbulkan masalah pada pembangunan infrastruktur gas ke depannya.
“Apabila harga gas tidak dapat mengikuti tingkat keekonomian yang menarik, atau setidaknya wajar sesuai aturan di Permen ESDM nomor 14 tahun 2019, maka keinginan pemerinta untuk bisa menarik investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia dalam bentuk infrastruktur gas bumi tidak akan terwujud,” ungkapnya.
Aktivis 98 ini mendesak pemerintah untul lebih fokus mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi. Kebijakan strategis ini dianggap akan memperkuat pasokan energi non-BBM tang selama ini menjadi beban.
Hal senada dikatakan pengamat migas UGM Fahmi Radhi. Menurutnya, penyesuaian harga gas sudah diatur oleh pemerintah sendiri, dan intervensi yang dilakukan Kementerian ESDM hanya karena tekanan Kadin sangat tidak adil untuk pelaku usaha yang belum terjamah gas di banyak daerah.
Pasal 3 ayat 1 Perpres No 40/2016 menyebutkan bahwa dalam hal Harga Gas Bumi tidak dapat memenuhi keekonomian industri pengguna Gas Bumi dan Harga Gas Bumi lebih tinggi dari USD 6/MMBTU. “Menteri dapat menetapkan Harga Gas Bumi Tertentu. Berdasarkan ketentuan tersebut sesungguhnya kenaikan harga gas bumi yang akan dilakukan oleh PGN masih dalam koridor ketentuan Perpres itu,” ujarnya.