Pemerintah Dinilai Tak Serius Kuasai Inalum
Kamis, 29 Juli 2010 – 19:47 WIB
JAKARTA – Anggota Komisi VII DPR RI, Muhammad Idris Lutfi menilai, pemerintah kurang serius untuk menguasai 100 persen saham PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Alasannya, pemerintah masih membuka peluang perpanjangan kontrak baru kepada konsorsium perusahaan-perusahaan Jepang di bawah Nippon Asahan Aluminium (NAA) yang saat ini menguasai 58,88 persen saham Inalun tersebut. "Saya lihat Menko Perekonomian belum tegas mengenai rencana itu, karena pemerintah masih membuat alternatif kemungkinan memperpanjang kontrak perusaahaan Jepang tersebut di Inalun. Saya pribadi dan dari Partai PKS juga menekankan bahwa pemerintah harus mengambil 100 persen saham di Inalun tersebut. Artinya, kontrak dengan perusahaan Jepang yang berakhir 2013 mendatang tidak diperpanjang,’’ kata Idris Lutfi kepada wartawan di gedung DPR, Senayan, Kamis (29/7).
Mengapa pemerintah harus menguasai 100 persen saham Inalun? Idris mengatakan, produksi Inalun yang mencapai 250 metrik ton bauksit per tahun itu bisa mengembangkan industri-industri dalam negeri. "Saat ini kita kan hanya mendapat 100 metrik ton bauksit, sisanya untuk perusahaan Jepang tersebut. Kalau pemerintah tidak bisa menguasai 100 persen saham pemerintah di Inalun, saya kira ditutup saja. Biar listriknya bisa diberikan kepada masyarakat Sumut dengan harga yang murah,’’ ujar anggota DPR dari dapil Sumut itu.
Sebelumnya, pemerintah menyiapkan empat perusahaan plat merah yang bakal mengambil alih 58,9 persen saham yang selama ini dikuasai Nippon Asahan Aluminium (NAA). Keempat BUMN itu adalah PT Danareksa, PT Bahana Securities, PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), dan PT Aneka Tambang Tbk (Antam). Menteri BUMN Mustafa Abubakar menjelaskan, tiga perusahaan plat merah yang bergerak di sektor keuangan itu akan menjadi penyandang dana untuk membeli saham NAA. Sedangkan PT Antam akan dilibatkan untuk urusan teknis perusahaan dalam hal pengelolaan pengolahan aluminium itu. (yud/jpnn)