Pemerintah Harus Berani Bekukan Aplikasi Transportasi Online
jpnn.com, JAKARTA - Lemahnya sikap pemerintah dalam mengatur aplikator transportasi berbasis online menimbulkan banyak persoalan di masyarakat.
Bertumpuknya persoalan terkait transportasi berbasis online baik itu angkutan roda dua maupun roda empat tidak jelas arah dan tujuan penyelesaiannya.
Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek yang efektif berlaku mulai 1 November 2017 dengan harapan agar tidak terjadi kekosongan hukum ternyata tidak memberikan solusi atas polemik yang terjadi.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Perhimpunan Advokat Pro Demokrasi (PAPD) Agus Rihat P Manalu menyampaikan bahwa solusi untuk menyelesaikan masalah angkutan berbasis online tidak sesulit yang dibayangkan hanya perlu itikad baik pemerintah untuk mengatur persoalan ini apakah negara mau berpihak kepada rakyat atau kepada pemilik modal.
Persoalan ini bisa diselesaikan apabila ada komunikasi yang baik lintas kementerian karena bukan hanya menjadi persoalan di Kementerian Perhubungan saja tetapi harus melibatkan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Keuangan dan juga Kementerian Komunikasi dan Informasi.
“Kami di PAPD menerima banyak pengaduan terkait dengan keresahan atas ketidakadilan dan kesewenang-wenangan yang mereka rasakan tanpa bisa berbuat apa-apa. Mereka sudah bekerja semaksimal mungkin, akan tetapi tidak ada payung hukum yang melindungi mereka," kata Agus Rihat dalam pernyataan persnya, Minggu (18/3).
"Ada dari mereka yang mengalami kecelakaan di jalan saat sedang bekerja mengantarkan penumpang tetapi aplikator lepas tangan dan ujung-ujungnya malah yang bersangkutan di-suspend oleh aplikator tanpa alasan yang jelas tanpa melakukan investigasi terlebih dahulu, serta tidak diberi kesempatan untuk melakukan pembelaan diri,”
Ditambahkan oleh Agus Rihat, para driver online ini juga merupakan pekerja yang harus dilindungi oleh negara. Jangan dengan mengatakan mereka sebagai mitra aplikator lalu mereka dianggap sebagai pengusaha, sehingga hak-hak mereka sebagai pekerja dikesampingkan dan aplikator lepas tangan dari kewajiban pemenuhan hak-hak pekerja.