Pemerintah Jangan Larut dalam Euforia, Ada Utang Rp 6.418,15 T, Angka Kemiskinan dan Pengangguran Tinggi
jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan mengingatkan pemerintah euforia atas rilis terbaru Badan Pusat Statistis (BPS) yang menyatakan pertumbuhan ekonomi triwulan II 2021 menyentuh angka 7,07 persen secara tahunan atau year on year (yoy).
Politikus Gerindra itu mengatakan bahwa berdasarkan data yang dirilis BPS dapat disimpulkan capaian pada kuartal II/2021 hanya mengembalikan kontraksi yang terjadi pada kuartal II/2020. BPS menyimpulkan perekonomian belum kembali ke jalur normal sebelum terjadinya pandemi Covid-19.
"Catatan itu BPS tersebut hendaknya diperhatikan oleh pemerintah, sehingga tidak larut dalam euforia berlebihan. Masih banyak pekerjaan rumah yang menunggu untuk diselesaikan, misalnya, soal utang, angka kemiskinan, pengangguran, ketimpangan pendapatan (rasio gini) dan ketimpangan pertumbuhan wilayah," ucap Heri Gunawan dalam keterangannya, Minggu (8/8).
Hergun -panggilan Heri Gunawan- menerangkan bahwa Indonesia dinyatakan masuk resesi setelah pada kuartal II dan kuartal III 2020 mengalami kontraksi masing-masing minus 5,32 persen (yoy) dan minus 3,49 persen (yoy).
Kontraksi terus berlanjut pada kuartal IV/2020 dan kuartal I-2021, di mana pertumbuhan ekonomi tercatat minus 2,19 persen (yoy) dan minus 0,74 persen (yoy). Selanjutnya pada kuartal II/2021 terjadi kenaikan sebesar 7,07 persen.
"Atas capaian tersebut, maka dinyatakan pula bahwa Indonesia dinyatakan resmi keluar dari resesi," ucap Hergun.
Namun wakil ketua Fraksi Gerindra DPR itu menyebut, selain mengumumkan pertumbuhan ekonomi secara tahunan (yoy), BPS juga menyampaikan capaian secara kuartalan (Q to Q) di mana angka pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 3,31 persen.
Bahkan, katanya, BPS menggarisbawahi angka itu pertumbuhan ekonomi masih belum kembali ke jalur normal, seperti sebelum terjadinya pandemi Covid-19.