Pemilu 2019 Serentak, kok Ngotot Harus Ada PT?
jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menilai, langkah pemerintah dua kali tak datang pada rapat Pansus RUU Pemilu merupakan sikap yang aneh.
Pasalnya, ketidakhadiran kemungkinan hanya karena pemerintah ngotot menginginkan ambang batas pencalonan presiden tetap mengacu pada aturan lama. Yaitu 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional. Sementara sikap fraksi-fraksi DPR masih beragam.
"Sikap ngotot pemerintah ditingkatkan oleh Mendagri Tjahjo Kumolo dalam bentuk ancaman. Kalau keinginan pemerintah tidak dipenuhi, akan walkout sehingga pembahasan RUU ini gagal. Kalau gagal, kata Mendagri, UU Pemilu yang lama masih berlaku yang dulu pernah digunakan untuk penyelengaraan Pemilu 2014," ujar Yusril di Jakarta, Jumat (16/5).
Yusril mengingatkan, masalah yang ada tidak sesederhana seperti yang dipikirkan Mendagri. Menurutnya, Undang-Undang Pemilu lama memang masih berlaku.
"Tapi pemilu dalam undang-undang lama itu masih memisahkan pelaksanaan antara pemilihan legislatif dan pemilihan presiden. Hasil pileg kemudian menjadi acuan parpol mengajukan pasangan calon presiden," ucap Yusril.
Berbeda dengan rencana penyelenggaraan pemilu 2019, di mana pileg dan pilpres dilaksanakan serentak. Artinya belum ada hasil perolehan parpol sebagai dasar untuk mengajukan pasangan calon presiden.
"Kalau belum ada, bagaimana caranya menentukan ambang batas 20 persen yang diinginkan pemerintah itu? Jadi sangat jelas, membicarakan ambang batas itu tidak relevan sama sekali," katanya.
Menurut Yusril, usulan penggunaan ambang batas berdasarkan perolehan suara hasil pemilu 2014 lalu juga tidak tepat. Sebab, ambang batas tersebut telah digunakan pada Pilpres 2014 lalu.