Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Peneliti Menduga Provokasi Tiongkok di Laut Natuna karena Ini

Kamis, 09 Januari 2020 – 16:47 WIB
Peneliti Menduga Provokasi Tiongkok di Laut Natuna karena Ini - JPNN.COM
Tim WFQR-4 Lanal Tarempa menangkap dan mengamankan Kapal asing berbendera China yang diduga melakukan eksplorasi bawah air ilegal di perairan Anambas, Tarempa, Natuna, Kepri. FOTO: Dispen Koarmabar

jpnn.com, JAKARTA - Peneliti Alpha Research Database Indonesia Ferdy Hasiman, menilai Tiongkok tak boleh mengambil sejengkal pun wilayah Indonesia, termasuk perairan Natuna. Sebab, Natuna bukan hanya kaya potensi perikanan tetapi juga minyak dan gas.

"Potensi ini tentu akan menjadi tumpuan harapan bangsa jika Indonesia ingin berdaulat di sektor energi pada masa depan. Saat ini saja, Indonesia sudah mengimpor gas dan industri nasional mulai mengeluh karena harga gas industri mahal," ujar Ferdy di Jakarta, Kamis (9/1).

Ferdy menilai, tanpa mengamankan pasokan dan lapangan gas nasional, Indonesia akan menjadi importir. Karena itu, sebuah imperative bagi pemerintah Jokowi untuk menegaskan kembali kedaulatan wilayah di perairan Natuna.

"Di wilayah Natuna ada blok minyak dan gas terbesar, blok East Natuna. Blok ini belum dikembangkan karena terbentur masalah geopolitik, masalah teknis dan biaya investasi pengembangan gas yang membutuhkan biaya besar," ucapnya.

Ferdy melanjutkan, blok East Natuna sebelumnya sering disebut blok Natuna D-Alpha. Blok ini dikelola perusahaan minyak dan gas negara, Pertamina (Persero) bermintra dengan ExxonMobil (AS) dan ENI (ITALY).

Namun, karena karbondioksida (CO2) di Blok East Natuna tinggi, sekitar 70 persen, mengakibatkan satu per satu mitra Pertamina hengkang dari blok itu.

Awalnya ENI keluar, sementara ExxonMobil sampai sekarang masih menunggu kepastian fiscal (tax holiday dan revenue split) dari kementerian keuangan.

"Tingginya CO2 di East Natuna inilah yang membuat beberapa perusahaan migas asing hengkang karena membutuhkan teknologi tinggi untuk memisahkan minyak dan gas dari CO2," katanya.

Peneliti Alpha Research Database Indonesia Ferdy Hasiman, menilai laut Natuna tidak hanya kaya akan potensi perikanannya, tetapi juga minyak dan gas. Oleh karena itu, jangan sampai Tiongkok berkeinginan mengambil alih.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close