Penelitian tentang Rokok Elektrik Perlu Dikaji Lagi
Sebelumnya, mantan pejabat kesehatan masyarakat Inggris, Clive Bates, juga mengatakan penelitian yang dilakukan Stanton Glantz mengesampingkan faktor lain yang bisa memengaruhi orang untuk menjadi perokok. Faktor-faktor tersebut seperti latar belakang keluarga, kesehatan mental, dan pengendalian diri.
“Para peneliti (Stanton Glantz dan rekannya) telah memperketat variabel untuk mengarahkan agar rokok elektrik menjadi alasan untuk merokok,” kata Bates.
Belum lama ini Universitas Auckland Selandia Baru juga melakukan penelitian terhadap 30 ribu siswa kelas 10. Hasilnya, 40 persen siswa menyatakan pernah mencoba rokok elektrik.
Akan tetapi, hanya sekitar 3 persen saja yang menggunakannya secara rutin. Hal ini mematahkan penelitian yang dilakukan oleh Stanton Glantz dan rekan penelitinya.
“Beberapa penelitian terbaru telah membuktikan bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan rokok. Hasilnya berbeda dengan penelitian yang menyatakan bahwa produk tembakau alternatif memiliki bahaya yang sama dengan rokok dan menimbulkan dampak negatif,” ujar Ardini.
Kehadiran produk tembakau alternatif, yakni rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan, dinilai memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah daripada rokok berdasarkan penelitian di berbagai belahan dunia.
Oleh karena itu, penyampaian informasi yang tidak akurat justru akan meresahkan dan membuat persepsi atas produk ini melenceng dari tujuannya.
Agar tidak menjadi debat yang berkepanjangan, Ardini menyarankan semua pihak yang terlibat, khususnya pemerintah dan lembaga kesehatan dapat melakukan penelitian dengan menggunakan metode yang disepakati bersama.