Penerapan UU TPKS & PKDRT Dinilai Belum Maksimal, Lestari Moerdijat: Apakah Pembiaran?
Diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoetri (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) juga menghadirkan sejumlah narasumber.
Ada Kombes Ciceu Cahyati Dwimeilawati (Analis Kebijakan Madya Bidang Pidum Bareskrim Polri), Erni Mustikasari (Jaksa Ahli Madya pada JAM Pidum Kejaksaan Agung), dan Melani (Anggota Dewan Kehormatan DPD Kongres Advokat Indonesia/KAI Jawa Barat).
Selain itu, hadir pula Siti Mazumah (Sekretariat Nasional Forum Pengada Layanan) dan Eva Kusuma Sundari (Direktur Institut Sarinah/ Koordinator Koalisi Sipil Untuk RUU PPRT) sebagai penanggap.
Analis Kebijakan Madya Bidang Pidum Bareskrim Polri Kombes Ciceu Cahyati Dwimeilawati mengungkapkan selama ini kepolisian sudah memiliki sejumlah dasar hukum untuk menangani kasus-kasus tindak kekerasan terhadap perempuan.
Dalam rentang 2018-2022, ungkap Kombes Ciceu, tindak kekerasan yang menimpa perempuan terbanyak dalam bentuk KDRT, perkosaan dan pencabulan.
Dia mengungkapkan keterbatasan jumlah SDM penyidik, ahli dan biaya pemeriksaan untuk pembuktian ilmiah yang relatif mahal menjadi kendala dalam penanganan kasus-kasus tindak kekerasan terhadap perempuan, anak dan penyandang disabilitas.
Pada kesempatan itu, Ciceu merekomendasikan sejumlah upaya agar implementasi UU PKDRT dapat dilakukan dengan baik, antara lain dalam bentuk sistem monitoring dan evaluasi terpadu untuk membenahi kekurangan dalam implementasi UU PKDRT sehingga bisa menjadi edukasi masyarakat agar tidak terjadi pengulangan kasus dengan modus dan motif yang sama.
Selain itu, perlu ada pedoman kesepahaman bersama mengenai substansi UU PKDRT antara aparat penegak hukum dan kerja sama kelompok kerja perempuan anak terpadu antar aparat penegak hukum yang berprespektif HAM dan gender.