Penerapan UU TPKS & PKDRT Dinilai Belum Maksimal, Lestari Moerdijat: Apakah Pembiaran?
Jaksa Ahli Madya pada JAM Pidum Kejagung Erni Mustikasari mengungkapkan UU PKDRT yang sudah berlaku sejak diundangkan 20 tahun lalu, cukup menghadapi banyak kendala dalam penerapannya.
Karena kehadiran undang-undang tersebut, jelas Erni, bertujuan selain untuk mencegah terjadinya kekerasan dan melindungi korban KDRT, sekaligus untuk memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis.
Tujuan UU PKDRT tersebut, menurut Erni, menyebabkan aparat penegak hukum kesulitan dalam penyelesaian sejumlah kasus KDRT.
Dalam proses hukum, tambah dia, saksi-saksi yang hadir bisa dipastikan memiliki kedekatan dengan terdakwa, sehingga pembuktiannya cukup sulit.
Setelah diundangkannya UU TPKS, menurut Erni, harus segera dilakukan harmonisasi antara KUHP yang baru serta UU PKDRT agar sejumlah aturan terkait perlindungan dalam kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan itu dapat diaplikasikan dengan baik.
Anggota Dewan Kehormatan DPD KAI Melani menambahkan, harapan utama diberlakukannya UU PKDRT sejatinya untuk mengakhiri budaya kekerasan sejak dari rumah tangga, tercapainya kesetaraan gender dan zero tolerance terhadap kekerasan.
Namun, kata Melani, kasus KDRT cenderung meningkat saat ini. Hal itu, menurut dia, kurang sosialisasi sehingga masyarakat dan aparat penegak hukum seringkali salah persepsi terkait kehadiran UU tersebut.
Bahkan, ungkap Melani, ada putusan pengadilan, pascahadirnya UU TPKS, yang membebaskan terdakwa tindak kekerasan seksual, karena sejumlah bukti kekerasan seksual tidak dihadirkan oleh hakim.