Pengalaman Dua Kali Bertemu Khadafi
Oleh Djoko Susilo*Minggu, 27 Februari 2011 – 07:47 WIB
Tidak mudah bergerak di Tripoli waktu itu. Pernah suatu saat saya memotret Jalan Omar al Mukhtar, jalan terpanjang di tengah Kota Tripoli. Tidak lama kemudian seorang polisi mendatangi saya dan mau merampas kamera saya. Untung saya membawa kartu pengenal peserta konferensi sambil ngomong: Ana sahafy... Ana sahafy min Indunisy (Saya wartawan dari Indonesia). Akhirnya saya dilepas oleh polisi tadi.
Memang, Libya sangat ketat mengawasi warganya dan wartawan, sehingga saat itu saya pun kalau mau mengirim berita ke Jawa Pos harus dalam bahasa Inggris. Akhirnya, Pak Dahlan pun membebaskan saya untuk tidak mengirim laporan langsung karena toh harus lewat sensor Libya. Bisa runyam urusannya.
Kesempatan saya bertemu Khadafi terjadi ketika ada pembukaan konferensi di Balai Rakyat Libya. Khadafi masih sangat populer sehingga sambutan luar biasa ramainya. Terus terang, tidak mudah mendekati dia. Untungnya, saya jadi peserta konferensi, sehingga meski hanya beberapa menit, akhirnya niat saya jauh-jauh untuk minimal bersalaman dengan dia kesampaian juga.
Tangannya sangat besar dan menggenggam erat tangan saya. Dia mengangguk-angguk ketika saya bilang saya dari Indonesia. Bahasa Inggris Khadafi bagus, sehingga saya asal ngomong saja dalam bahasa Inggris bahwa mayoritas masyarakat Indonesia (saat itu) mengagumi dia.