Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Pengamat Sarankan Pertamina Tetap Kendalikan PGE

Sabtu, 20 Agustus 2016 – 02:37 WIB
Pengamat Sarankan Pertamina Tetap Kendalikan PGE - JPNN.COM
Ilustrasi. Foto: JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Pengamat energi dari Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, risiko terbesar dari pengusahaan panas bumi adalah  eksplorasi atau drilling. ”Dengan pengalaman Pertamina di bisnis migas, risiko ini dapat dikelola dengan baik,” ujar Fabby di Jakarta, Selasa (16/8).

Menurut Fabby, melihat kondisi saat ini, yang menjadi pertanyaan terkait rencana Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar PT PLN (Persero) ikut menyertakan modal di PGE adalah siapa yang nantinya menjadi pengendali. Pasalnya, Kementerian BUMN ingin PLN ikut menguasai saham PGE sebesar 50 persen. Sedangkan sisanya 50 persen tetap dikuasai Pertamina.

“Siapa yang menjadi pengendali utama ini penting dalam rangka memastikan PGE berjalan secara optimal. Kalau dilihat dari aspek tadi, Pertamina lebih cocok jadi pengendali,” tegas dia.

Lain lagi pendapat  Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia Abadi Purnomo. Dirinya tidak setuju bila PLN masuk ke PGE.

Bila dilakukan, Abadi menilai ini merupakan langkah mundur dan membuat investasi panas bumi tidak kondusif. Pasalnya, PLN sebagai off taker ikut berbisnis yang berakibat pada pengembangan panas bumi jadi stagnan.

"Let all the business move on as it is, tak perlu corporate action. Apa sih yang diharapkan PLN? Harga murah? Putuskan saja di kementerian," ujar Abadi.

Sementara itu, Menteri BUMN Rini Soemarno sebelumnya menegaskan PGE akan tetap di bawah Pertamina, meskipun sebagian sahamnya akan diakuisisi PLN. Pertamina dan PLN akan memiliki saham yang sama masing-masing 50 persen di PGE.

PGE hingga akhir 2016 menargetkan memiliki kapasitas terpasang listrik dari  Pembangkit Listrik Tenaga Panas (PLTP) sebesar 542 megawatt (MW) dengan masuknya tambahan 105 MW dari tiga pembangkit.

JAKARTA - Pengamat energi dari Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, risiko terbesar dari pengusahaan panas bumi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News