Pengamat Sebut Pemekaran Papua Bakal Bawa Perubahan Signifikan di Sektor Pembangunan
Kemudian mengangkat harkat dan martabat orang asli Papua dengan memperhatikan aspek politik, administratif, hukum, kesatuan sosial budaya, kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur dasar, kemampuan ekonomi, perkembangan pada masa yang akan datang, dan aspirasi masyarakat Papua.
"Sementara di ayat (3), pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tanpa dilakukan melalui tahapan daerah persiapan sebagaimana diatur dalam UU mengenai pemerintahan daerah," kata dia.
Frans menuturkan ayat-ayat di atas merefleksikan negara melakukan pemekaran provinsi lantaran beberapa argumentasi pertama alasan ideologis sebagai ekses warisan sejarah integrasi Papua (1963) menyusul Pepera (1969) dan diperparah oleh berbagai pelanggaran HAM yang tak pernah tuntas diselesaikan.
Perspektif itu yang paling dominan adalah teori pembangunan yang melatarbelakangi perubahan Pasal 76 Ayat ( 1, 2, dan 3) mendominasi argumentasi pemerintah dengan alasan pembangunan dan administratif pemerintahan kepada masyarakat menjadi basis logikanya yang menginginkan percepatan pemekaran provinsi di Papua.
"Oleh karena itu ayat (2) menjadikan patokan pemekaran wilayah Papua untuk kepentingan strategi nasional agar mengurai berbagai persoalan dan konflik di Papua berkenan dengan percepatan pembangunan kesejahteraan (Inpres No 9/2020) dan dikokohkan dengan perubahan UU 21/2001 menjadi UU No 2/2021 tentang Otonomi Khusus Papua," pungkas Frans. (cuy/jpnn)