Pengamat: Wajar Bila Harga Sewa di Terminal 3 Lebih Mahal
jpnn.com, JAKARTA - Pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen Agus Pambagio mengatakan, tingginya biaya yang dikeluarkan oleh maskapai Garuda Indonesia untuk menempati Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta merupakan murni urusan bisnis to bisnis.
“Itu kan bisnis to bisnis mana bisa menyusahkan, ini tergantung perundingan dengan Angkasa Pura 2,” kata Agus Pambagio kepada wartawan, Senin (24/9).
Dia menilai wajar jika tarif sewa di terminal 3 lebih mahal dibanding dengan terminal 2. Pasalnya, selain fasiltas yang jauh berbeda, Angkasa Pura 2 juga mengejar keuntungan lain lantaran sisi pendapatan navigasi pesawat telah diberikan kepada Air Navigation (Airnav).
“Jadi tinggal non aero-nya, nah non aero-nya kan termasuk counter-counter (di terminal). Karena fasilitas (terminal 3) lebih baik, tentunya ada hitung-hitunganya,” ujarnya.
Agus mengatakan, anggapan yang mengatakan penempatan Garuda di Terminal 3 adalah pemaksaan regulator, dalam hal ini Kementrian Perhubungan, tidak lah tepat. Pasalnya, hal tersebut merupkan kewenangan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Agus menambahkan, ketika urusannya sudah antara dua korporasi milik negara maka maka Kemeneg BUMN yang betanggung jawab, bukan Kementerian Perhubungan.
“Perkara dia dipaksa atau tidak dipaksa tanyakan pada Menteri BUMN. Tapi kan tentu katanya ada sinergi BUMN, coba saja ditanya dipaksa atau enggak. Kemenhub hanya pengaturnya, aturannya berdasarkan ini, berdasarkan itu. Misalnya mengatur tarif atas dan bawah,” jelasnya.
Lagipula, kata Agus, wajar di Terminal 3 lebih mahal karena baru dan perlengkapan lebih baik dari Terminal 1 dan 2. Untuk itu Angkasa Pura (AP) 2 menerapkan sewa lebih mahal ke airline melalui PJP2U yang pada akhirnya akan ditanggung konsumen.