Penganut Ahmadiyah Tak Bisa Bikin e-KTP
Minggu, 04 November 2012 – 07:44 WIB
Ia menambahkan, warga pengungsian sendiri terpaksa mengeluarkan biaya lebih ketika mengurus sesuatu, karena tidak memiliki KTP. Hal ini berbanding terbalik dengan penghasilan mereka yang pas-pasan. “Warga di sini hanya bekerja sebagai tukang ojek, buruh, dan pedagang. Tanpa KTP misalnya, kan yang jadi tukang ojek jadi sering dapat masalah karena tidak bisa mengurus SIM,” tutur Sarim.
Ketika program e-KTP digulirkan, Sarim dan pengungsi lainnya sempat berharap dapat ikut serta membuat e-KTP. Namun, penolakan yang sama dirasakan kembali. Lagi-lagi dengan alasan status mereka sebagai pengungsi yang belum jelas.
Sarim menyampaikan, hingga saat ini terdapat 30 kepala keluarga di pengungsian tersebut. Jumlah warga pengungsi pun semakin banyak karena selama di pengungsian, sudah ada 17 anak yang lahir. “Mau sampai kapan kita diungsikan seperti ini. Biasanya kan pengungsi itu hanya beberapa bulan saja karena sesudah itu pemerintah bertanggung jawab untuk memulihkan kondisinya,” katanya.