Penggagas Pilkada Lewat DPRD Dinilai Terburu-Buru
Lebih jauh dari itu, Ramadhan menegaskan hubungan elit Partai Demokrat dengan elit Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, sebagai pendukung pilkada langsung, selama ini terus berlangsung baik. Namun, dia mengakui jika hubungan SBY selaku Ketum Demokrat dengan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri memang berbeda.
"Hubungan politik Ketua Umum Partai Demokrat dengan Ketum PDI-P memang tidak senormal saya dengan elit PDIP. Tidak seperti itu. Tapi ini tidak ada kaitannya dengan apa yang terjadi 25 September (paripurna RUU Pilkada, red)," ujarnya.
Ketua DPP PDIP Aria Bima menilai kekecewaan ataupun kemarahan SBY atas keputusan akhir UU Pilkada justru mengherankan. Menurut dia, SBY memiliki sumber daya yang cukup untuk bisa memantau langsung paripurna UU Pilkada.
"Di pemerintahan ada Mendagri, di Demokrat ada Ketua Fraksi, bahkan Sekjen Demokrat pun hadir," ujar Bima mengingatkan.
Dari posisi itu, Bima menilai seharusnya SBY bisa memantau langsung perkembangan paripurna. Jika SBY kecewa, Mendagri nampak hanya terdiam saja saat keputusan akhir bahwa pilkada DPRD memenangi voting.
"Tidak ada komentar apapun saat pidato. Dia (Mendagri) setuju saja," ujar Bima.
Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku tidak bisa memantau proses politik yang terjadi saat sidang paripurna tentang UU Pilkada, secara langsung. Dia beralasan tengah mengemban tugas kenegaraan di luar negeri. Dia juga mengaku kerap mendapat laporan yang terlambat terkait jalannya sidang, termasuk ketika partainya memilih untuk melakukan WO.
"Saya diberitahu tapi sudah terlambat memberitahunya. Katanya dalam sidang pleno tadi seolah-olah ada dukungan dari sejumlah fraksi yang katanya usulan Demokrat itu baik, tapi mengapa tidak diwadahi dalam opsi, baik opsi sendiri, opsi satu, dua atau tiga. Tapi proses politik ini tidak terjadi. Saya harus katakan kehendak untuk menyatukan pandangan ini tidak ada," paparnya dalam akun youtube Suara Demokrat.