Penguasa Cenderung Tak Netral di Pilpres 2024, KPU dan Bawaslu Jangan Masuk Angin
jpnn.com, JAKARTA - Alumni SMA Jaringan Bersama Indonesia (ASJBI) menyambangi Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI di Jakarta Pusat, Rabu (31/1). Pada kesempatan itu, ASJBI meminta Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar bersikap profesional mengingat ada kecenderungan penguasa tidak netral di Pilpres 2024 ini.
Koordinator Komite Pemilu Jurdil-ASJBI Nanda Abraham mengatakan Bawaslu harus lugas, adil, dan efektif dalam mengawasi dan menindaklanjuti ke ranah penindakan hukum atas setiap pelanggaran kepemiluan itu.
"Ini penting, karena menyangkut legitimasi hasil pemilu dan kepercayaan publik. Pemilu yang jujur dan adil adalah prasyarat tegaknya demokrasi. Namun, proses Pemilu-Pilpres 2024, terlihat semakin tidak demokratis. Sejumlah kasus kecurangan dan intimidasi mewarnai proses pelaksanaannya. Dari pencabutan baliho, tekanan dan kekerasan terhadap sukarelawan, pengiriman surat suara, termasuk fenomena ketidaknetralan aparat negara dan presiden," kata dia di Gedung Bawaslu.
Nanda menegaskan hak pilih warga harus dihormati dan dijunjung tinggi, serta ada kepastian proses pemilu termasuk pada tahapan penghitungan suara berlangsung dengan transparan serta bebas dari praktik curang. Perlu ada jaminan setiap suara pemilih dilindungi dan dihitung dengan benar.
Karena itu, lanjut Nanda, Bawaslu wajib menjunjung asas pemilu jurdil, independen dan non-partisan, seimbang dan tidak berpihak.
Selain itu, Bawaslu juga harus membuka akses dan menyediakan informasi terkait pengawasan dan langkah penindakan terhadap pelanggaran dalam proses Pemilu, dari sejak pendaftaran pemilih, mekanisme pemungutan suara, hingga penghitungan hasil pemilu.
Kemudian, Bawaslu harus mengawasi keamanan dalam pengelolaan data pemilih dan sistem elektronik untuk mencegah peretasan, manipulasi informasi, pencurian data, serta penyalahgunaan suara.
"Melihat kecenderungan sikap tidak netral kekuasaan, KPU dan Bawaslu harus memastikan pelaksanaan dan pengawasan utamanya ditujukan kepada presiden, menteri, aparat keamanan, kepolisian, dan ASN agar bersikap netral, terkait pernyataan kontroversial presiden yang jelas akan memihak dan berkampanye untuk Paslon capres-cawapres tertentu," jelas Nanda.