Pengungsi Korban Gempa Menangis saat Keluarga Besan Datang
Amaq Suraini, 60 tahun tidak kalah sedih. Melihat rumah anak dan besannya rata dengan tanah ia mengaku sangat kasihan. Tidak banyak kata yang diucapkan, ia hanya mengelus dada dan beroda agar keluarganya tetap selamat dan selalu diberikan kesehatan. ”Saya hanya bisa beroda,” katanya.
Ia memang sengaja datang mencari keluarga besannya, selain sudah menjadi tradisi setiap lebaran berkumpul dengan keluarga. Kedatangan mereka juga ingin menghibur keluarga yang dilanda musibah.
Inaq Marpin, salah satu anggota keluarga Amaq Suraini mengatakan, jauh hari sebelumnya mereka sudah merencanakan datang ke sana untuk berlebaran. Tapi setelah melihat kondisi rumah keluarganya, ia mengaku sangat terenyuh.
Ia tidak menyangka gempa yang terjadi beberapa hari lalu benar-benar meluluhlantakan rumah warga. Sebab di desanya sendiri tidak separah itu.
Melihat kondisi itu, ia tidak bisa bersuka ria layaknya lebaran-lebaran sebelumnya. Opor ayam dan telur yang dibawa dari rumah diberikannya kepada korban. Sulit baginya untuk tersenyum, perasaannya benar-benar iba dengan kondisi itu. ”Saya pesan agar mereka tetap bersabar,” ujarnya.
Kepala Desa Jeringo Khaeril menyebutkan, jumlah pengungsi di desanya mencapai 2.706 jiwa, termasuk di dalamnya bayi dan balita 204 orang, dan ibu hamil 20 orang, serta anak-anak 400-an orang. Mereka tersebar di 52 titik pengungsian di lima dusun. ”Jumlah rumah yang rusak 93 persen,” ungkapnya.
Meski benar-benar dalam konsisi duka, warga tetap semangat merayakan Idul Adha. Pagi hari mereka salat Idul Adha di tenda-tenda pengungsian. Siang hari mereka tetap bisa merasakan nikmatnya berkurban.
Sapi-sapi dari pemerintah dan sumbangan pribadi datang ke kampung mereka. Seperti warga Desa Wadon, Kecamatan Gunung Sari Lombok Barat yang bersuka ria menyembelih hewan kurban meski rumah mereka hancur.