Pengusaha Domestik Berebutan jadi Partner Bisnis dengan Freeport
jpnn.com, JAKARTA - Banyak pengusaha domestik, mulai era Orde Baru hingga reformasi sekarang berebutan menjadi partner bisnis dengan PT Freeport Indonesia. Mereka terlibat dalam bisnis jasa memasok Bahan Bakar Minyak (BBM), bahan peledak, jasa pembangunan pelabuhan sampai catering.
“Pengusaha-pengusaha lokal ini termasuk orang-orang kuat yang memiliki akses dengan kekuasan dan partai politik. Selain itu, Freeport juga ditopang oleh kekuatan global dan negara asalnya, Amerika Serikat,” kata Ferdy Hasiman, peneliti dan penulis isu-isu terkait pertambangan saat peluncuran buku terbarunya berjudul “Freeport: Bisnis Orang Kuat vs Kedaulatan Negara” di Hotel Century Park, Jakarta, Senin (28/1).
Acara peluncuran buku setebal 367 halaman ini menghadirkan dua pembicara lainnya yakni Laksamana Sukardi (Mantan Menteri BUMN 1999-2004) dan Rizal Kasali (Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia) dengan moderator Pieter Gero, jurnalis senior Harian Kompas.
Buku yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas itu mengulas Freeport, baik dari sudut pandang sejarah, analisis finansial (kinerja), hubungan Freeport-Negara, Freeport-Papua dan rantai bisnis pengusasa-pengusaha yang selama ini dekat dengan akses kekuasaan.
Menurut Ferdy, sejak Kontrak Karya yang ditandatangani pada 1967, Penambang raksasa, PT Freeport Indonesia yang menambang emas dan tembaga di Grasberg, Papua itu bebas melakukan ekspansi bisnis dan mengeksplorasi tembaga dan emas.
“Kontrak Karya adalah sesuatu yang luxury bagi Freeport, menjadi alat hukum untuk mendulang banyak uang dari tembaga dan emas di Earstberg, Grasberg dan tambang underground,” kata Ferdy.
Ferdy Hasiman (kiri depan) saat peluncuran bukunya berjudul "Freeport: Bisnis Orang Kuat vs Kedaulatan Negara” di Jakarta, Senin (28/1)