Penyebar Hoaks Beras Beracun dari China Ditangkap Polda Kalsel, Ini Motifnya
jpnn.com - BANJARMASIN - Tim Subdit V Tindak Pidana Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan mengungkap kasus penyebaran hoaks beras beracun dari China.
Dalam pengungkapan kasus ini, polisi menangkap pelaku penyebar hoaks berinisial MH (38) yang mengunggah video berjudul "Waspada beras beracun 1 ton dari China" dan diberi keterangan 1 juta ton beras beracun dari China. MH ditangkap di rumahnya di Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, pada Kamis (16/5).
"MH langsung dilakukan penahanan," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel Komisaris Besar M. Gafur Aditya Siregar saat merilis kasus tersebut sekaligus menghadirkan tersangka MH di Banjarmasin, Senin (20/5).
Gafur menjelaskan pengungkapan kasus hoaks itu bermula dari patroli siber tim yang dipimpin Pelaksana Tugas Kasubdit V Tindak Pidana Siber Ajun Komisaris Besar Polisi Ricky Boy Sialagan pada 6 Mei 2024, dan menemukan adanya unggahan pelaku di akun di media sosial Facebook tertanggal 2 Mei 2024.
Polisi kemudian melakukan konfirmasi terhadap pelaku MH mengenai unggahan itu dan yang bersangkutan mengakui.
"Untuk motifnya, pelaku mengaku ingin memberitahu masyarakat sebagaimana yang di-posting-nya dan diyakininya itu benar," kata Gafur didampingi Kabid Humas Polda Kalsel Komisaris Besar Adam Erwindi.
Atas perbuatan pelaku yang patut diduga menghasut, mengajak atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap China, maka polisi mengambil langkah penegakan hukum.
Penyidik merujuk Pasal 45 A ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berbunyi "Setiap orang dengan sengaja atau tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian terhadap individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama atau disabilitas fisik diancam pidana penjara enam tahun dan pidana denda Rp 1 miliar".