Perang Dagang Sampai ke Kaviar
Oleh Dahlan IskanSaat itu saya lagi di kursi first class. Dalam penerbangan Lufhansa. Dari Singapura ke Frankfurt. Itu 30-an tahun lalu.
Setahun kemudian saya naik Concorde. Dari London ke New York. Yang tiketnya mahal. Tiga kali lebih mahal dari first class.
Saya ketemu barang itu di Concorde. Disajikan di mangkok kecil.
Lidah saya masih lidah Magetan. Atau Samarinda. Belum bisa merasakan di mana mahalnya kaviar.
Setelah menjadi Dirut PLN saya tidak pernah naik first class lagi. Biar pun bayar sendiri. Malu. Tidak sopan.
Apalagi ketika menjadi menteri. Kian jauh dari first class. Kian lupa pula barang itu.
Hanya sesekali ketemu kaviar. Di jamuan-jamuan tertentu. Tapi tetap saja tidak tahu di mana mahalnya.
Sesekali makanlah kaviar. Lalu beritahu saya: di mana enaknya.(***)