Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Perang Ekonomi dan Nasib Bangsa Ini

Oleh: Dr Ichsanuddin Noorsy BSc., SH., Msi

Rabu, 17 Desember 2014 – 20:12 WIB
Perang Ekonomi dan Nasib Bangsa Ini - JPNN.COM

Pada 2015 nanti harga minyak akan bertengger pada USD 50-60 per barel. Ini disebabkan Australia sudah memproduksi coal bed methane, Jepang akan kembali menggunakan tenaga nuklirnya untuk pembangkit listrik, AS akan memproduksi minyak dan gas dari shale oil dan shale oil, dan Qatar akan menjual gasnya sekitar USD 6/mmbtu.

International Energy Agency memerkirakan, akan terjadi penurunan produksi minyak 1,5 juta barel per hari dari total sekitar 30 juta barel per hari yang diproduksi OPEC. Mata uang USD dan minyak jelas telah menjadi senjata ekonomi bersifat alternatif dan kumulatif.

Dalam melanjutkan peperangan ekonominya dan memperkukuh eksistensi negaranya, AS akan menaikkan suku bunga Fed rate menjadi 2-3 persen per tahun, meninggalkan kebijakan suku bunga mendekati nol persen. Diduga, Uni Eropa justru akan memberi stimulus ekonomi model uang murah Fed disertai suku bunga rendah, juga Jepang di tengah RRC melamban.

Bagaimana posisi Indonesia? Sesuai dengan tema diskusi yang saya sajikan sejak 2008 hingga akhir tahun 2014 ini di berbagai tempat bahkan di Pra Rakernas PDIP di Semarang, 18 September 2014, sebenarnya kita punya jalan keluar. Di berbagai televisi swasta saya berkali-kali menyatakan pentingnya inward looking untuk outward looking.

Orientasi ekspor saja tanpa menata dan menguasai pasar domestik ditambah dengan “kenyamanan” akan ketergantungan pada impor bahan baku dan konsumsi disertai dengan kegandrungan akan investasi asing pada portofolio, akan membuat volatilitas perekonomian bangsa ini akan selalu terjadi seperti yang kita alami sekarang. Jika volatilitas itu  adalah abnormal, namun sering terjadi, maka yang abnormal menjadi normal.

Namun, normal yang sakit. Maukah kita sembuh? Joko Widodo-Jusuf Kalla menjawabnya dengan Tri Sakti dan Nawa Cita. Mari kita bersaksi apakah memang jawaban itu akan menyembuhkan, sekaligus kita tunggu apa argumennya jika mereka gagal. Duh, nasib bangsa ini….(***)

SEJAK krisis ekonomi tahun 2008 yang ditandai dengan kekalahan perang industri manufaktur AS terhadap RRC sehingga negeri Paman SAM mengalami defisit

Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close