Peraturan Kejaksaan Nomor 15/2020 Memberi Keadilan Bagi Masyarakat
jpnn.com, JAKARTA - Terbitnya Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dinilai sebagai jawaban atas suara keadilan di masyarakat.
“Bangga rasanya, kami menerbitkan regulasi yang menenangkan perasaan keadilan masyarakat, setelah berpuluh-puluh tahun kita harus membawa perkara kecil ke pengadilan, perkara yang tidak besar kerugiannya,” ujar Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Umum Sunarta saat menyampaikan pidato kunci di acara Bimtek Virtual Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, Kamis (6/8).
“Belum lagi ketika korban yang kita wakili kepentingannya, justru tidak ingin memperpanjang kasusnya dan ingin berdamai, namun kita terpaksa harus melanjutkan perkaranya, sebab tidak ada alasan secara yuridis yang dapat dipakai untuk menghentikan perkara,” ujar dia.
Peraturan Kejaksaan yang ditetapkan pada 21 Juli 2020 itu memberikan hak kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menghentikan penuntutan terhadap terdakwa dalam kasus-kasus tertentu, apabila pihak-pihak yang terlibat sudah sepakat berdamai.
Sunarta mengatakan, saat ini pendekatan keadilan telah bergeser, dilihat dari bagaimana kritikan masyarakat atas berbagai kasus hukum yang menjadi viral.
Misalnya, saat kejaksaan membawa kasus Nenek Minah ke pengadilan karena mencuri tiga biji kakao, ataupun perkara Kakek Samirin di Simalungun yang melakukan pencurian getah karet milik PT Bridgestone dengan berat 1,9 kilogram dengan harga Rp17.000 yang kemudian didakwa dengan UU Perkebunan.
“Begitu banyak kasus-kasus ini menjadi viral, oleh karena bagi masyarakat, hukum tidak lagi guna untuk memroses terdakwa. Penumpukan beban perkara di pengadilan, penjara yang menjadi penuh, serta orang-orang kecil yang seringkali jatuh pada khilaf nafsu, melakukan pidana, yang kadang tidak mereka sadari, kemudian harus mendekam di dalam sel tahanan berbulan-bulan,” papar Sunarta.
Hingga perkara tersebut diputus, kata dia, akan terdapat banyak kerugian, yang apabila dianalisis secara ekonomi, maka kerugian yang timbul itu, bila dibandingkan dengan keuntungan dalam penegakan hukum sangat tidak efisien.