Perawat Panti Jompo Asal Indonesia Membantah Stereotip di Tengah Kurangnya Pekerja Laki-laki
Temuan ini tertulis dalam laporan Komite Pembangunan Ekonomi Australia (CEDA) pada tahun 2021 yang juga menyebutkan bagaimana hal ini butuh perhatian lebih dari pemerintah federal Australia.
Krisis ini dialami oleh Silviani, yang pernah harus mengurus puluhan residen lansia seorang diri.
"Ketika masih kerja di residential aged care, saya harus mengurus 80 klien yang tinggal di dua lantai berbeda sendiri," katanya.
"Dengan jumlah klien sebanyak itu, jujur saja jumlah staf yang bekerja hanya ada 10 orang per-shift. Ditambah waktu itu sedang COVID, di mana jumlah tenaga kerja yang harus diisolasi atau sakit mengakibatkan krisis yang lebih dahsyat."
Peneliti CEDA Cassandra Winzar mengatakan penambahan tenaga kerja di panti jompo juga harus memperhatikan timpangnya jumlah gender di industri tersebut.
"Jika kita ingin menambah tenaga kerja, kita perlu memperhatikan beberapa kelompok yang kurang terwakili itu," kata Cassandra.
"Dan kelompok yang paling kurang terwakili dalam tenaga kerja perawatan lanjut usia sebenarnya adalah laki-laki."
Kembali kepada 'keterampilan dan kompetensi'
Silviani mendukung pentingnya keberagaman gender di panti jompo "untuk mencegah diskriminasi dan meningkatkan kolaborasi dan inovasi di perusahaan".