Perhutanan Sosial Diatur Dalam UU Cipta Kerja, Sekjen KLHK: Ini Bukti Keberpihakan Pemerintah
jpnn.com, JAKARTA - Masuknya Perhutanan Sosial dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK), atau yang biasa disebut UU Omnibus Law, merupakan wujud nyata keberpihakan Pemerintah pada masyarakat. Sebab selama ini program Perhutanan Sosial terbukti memberi kepastian hukum dan meningkatkan perekonomian masyarakat desa hutan.
“Dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini, Perhutanan Sosial mampu memulihkan perekonomian masyarakat. Banyak produk yang terkait dengan Perhutanan Sosial menjadi roda penggerak ekonomi masyarakat yang memanfaatkan program Perhutanan Sosial,” ujar Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bambang Hendroyono, Jumat (9/10) menanggapi UU Cipta Kerja yang mengakomodasi Perhutanan Sosial.
Bambang Hendroyono menegaskan keberpihakan pemerintah pada masyarakat sangat nyata dalam UU Cipta Kerja ini karena memberikan kepastian hukum pada masyarakat yang berada di sekitar hutan dan kawasan hutan melalui akses legal dalam UUC K ini.
“Inilah perhatian serius pemerintah yang diimplementasikan dalam sebuah UU, yang sangat bermanfaat bagi masyarakat, baik secara perseorangan, komunitas maupun dalam kelompok seperti koperasi,” ujar Bambang Hendroyono.
Kepastian hukum yang dimaksud dengan adanya UU Cipta Kerja, maka petani kecil atau masyarakat adat tidak boleh ada kriminalisasi. Sebelumnya, UU cukup kejam, bahkan istilahnya dulu di hutan konservasi itu “ranting tak boleh patah, nyamuk tak boleh mati“.
Petani yang tidak mengerti, tidak sengaja melakukan kegiatan di dalam hutan atau bahkan sebetulnya mereka sudah berumah di hutan, bisa langsung berhadapan dengan hukum.
Sekarang ada pengenaan sanksi administratif, bukan pidana, dan kepada masyarakat tersebut, dilakukan pembinaan dan diberikan legalitas akses. Istilahnya dalam UU berupa kebijakan penataan kawasan hutan seperti Perhutanan Sosial.
Menurut Bambang, UU Cipta Kerja sangat berpihak kepada masyarakat, mengedepankan restorative justice.