Pernyataan Presiden soal Judicial Review RUU Ciptaker Bak Lempar Batu Sembunyi Tangan?
Selain itu, ada pula tuntutan dari para pengunjuk rasa agar presiden menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) supaya Omnibus Law Ciptaker bisa dibatalkan dalam waktu yang lebih cepat.
Menurut Said, aspirasi rakyat itu disebut proses ‘executive review’ atau peninjauan kembali perangkat hukum oleh badan pemerintah. Presiden punya kewenangan itu.
"Jadi, sangat jelas yang dituntut oleh masyarakat kepada DPR dan presiden adalah proses ‘legislative review’ atau ‘executive review’, bukan ‘judicial review’ atau pengujian produk hukum oleh lembaga peradilan," tuturnya.
Said juga mengatakan, proses ‘judicial review’ di Mahkamah Konstitusi bukan satu-satunya cara untuk mengubah atau membatalkan undang-undang.
Jika DPR dan presiden memiliki kepekaan dan pro-aktif terhadap aspirasi rakyat, semestinya tuntutan masyarakat itu diselesaikan sendiri. Bukan malah dilempar ke lembaga lain.
Said lebih lanjut menjelaskan, dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VI/MPR/2001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa (TAP MPR VI/2001) disebutkan, dalam etika politik dan pemerintahan, pemerintah dituntut untuk tanggap terhadap aspirasi rakyat.
Apabila secara moral kebijakan pemerintah bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat, maka pejabatnya harus siap mundur.
"Begitu kata TAP MPR VI/2001 yang sering dikutip oleh Mahfud MD sebelum jadi menteri. Sekarang saya mau tagih ucapan Pak Mahfud itu, bersediakah Pak Mahfud mundur dari jabatannya atas sikap pemerintah yang tidak aspiratif terhadap tuntutan rakyat," pungkas Said. (gir/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?