Perppu Ormas, Yusril: Kegentingan Apa di Benak Presiden
jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra angkat suara terkait dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 17/2014 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).
Yusril mengatakan bahwa dalam Perppu yang sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo telah mengubah pasal tentang prosedur pembubaran ormas yang termuat dalam UU Ormas.
"Saya dengar kabar juga kemungkinan akan diumumkan ke publik, Rabu (12/7) besok. Perppu ini konon mengubah beberapa pasal tentang prosedur pembubaran ormas sebagaimana diatur dalam UU Ormas yang berlaku sekarang," ujar Yusril di Jakarta, Selasa (11/7) malam.
Menurut kuasa hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) itu, dengan peraturan yang baru maka semua prosedur pembubaran sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17/2014 tidak lagi berlaku. Padahal aturan sebelumnya sudah cukup baik, di mana untuk membubarkan sebuah ormas pemerintah harus melakukan langkah persuasif terlebih dahulu.
Kemudian memberi peringatan tertulis dan menghentikan kegiatan sementara kepada ormas yang dinilai menyalahi aturan. Selain itu, pemerintah juga harus meminta persetujuan pengadilan terlebih dahulu jika ingin membubarkan sebuah ormas.
"Jadi, saya menilai isi perppu ini adalah kemunduran demokrasi. Membuka peluang bagi sebuah kesewenang-wenangan dan tidak sejalan dengan cita-cita reformasi," ucapnya.
Selain itu, Yusril juga menganggap perppu tersebut dikeluarkan tidak dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, sebagaimana diatur oleh UUD 45.
"Situasi kegentingan apa yang ada dalam benak presiden, sehingga memandang perlu mengeluarkan perppu? Apa karena keinginan membubarkan HTI yang dianggap menganut paham yang bertentangan dengan Pancasila dan NKRI," katanya.