Pesta Rakyat dan Tumbuhnya Ekonomi Kerakyatan
"Bayarnya ada yang sampai Rp 100 ribu mas sekali dagang. Ini kalau pedagang kecil kaya kami lumayan, tapi bisa ketutup juga dari untung. Cuma ya, memang itu mahal sekali, semakin ramai pertandingan bisa berubah harganya," ungkap dia.
Namun, saat ini pungutan liar sudah direduksi dan uang kebersihan, langsung dibayar secara kolektif sehingga bisa meringankan beban yang berjualan di sana.
"Saya nggak mau cerita, nanti saya nggak enak nggak bisa jualan lagi di sini. Pokoknya bayarnya uang kebersihan nggak semahal biasanya aja," terang dia.
Hal yang sama juga dijelaskan pedagang asongan yang biasanya bisa masuk ke dalam kawasan stadion. di SUGBK, pedagang tersebut memang banyak terlihat, demikian juga di venue-venue lain, para pedagang asongan ini bisa menjajakan dagangannya dengan rompi khusus dan dengan barang dagangan yang sesuai standar keamanan dari panitia.
Mereka justru merasa senang, karena sedari awal sudah tahu tata cara, apa standarnya, dan bagaimana agar bisa turut berdagang di kawasan stadion.
"Kami jualan air saja kalau dulu sama botolnya masuk, sekarang kan nggak boleh, jadi kami siapkan plastiknya. Kami senang asal tidak dilarang saja, kami juga cari rezeki. Kami senang ramainya luar biasa ini penontonnya," tutur Mang Asep, pedagang asongan di GBK.
Jauh sebelum turnamen berjalan, dalam pembukaan Piala Presiden di Bandung 16 Januari lalu, Ketua Steering Committee Piala Presiden 2018 Maruarar Sirait memang menyebut Piala Presiden juga bertujuan meningkatkan ekonomi kerakyatan.
Karena itu, pihaknya benar-benar memperhatikan keberadaan para pedagang kaki lima dan pedagang asongan.