PMKRI Harus Menjadi Ajang Pergumulan Intelektualitas
jpnn.com - Oleh LEONARD J. RENYUT
Ketua Presidium Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Periode 1992 – 1994 / mantan Ketua Presidium PMKRI Cabang Makassar
Penyelenggaraan Kongres Nasional XXX dan Sidang Majelis Permusyawaratan Anggota (MPA) XXIX Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) di Palembang, Sumatera Selatan, 22-28 Januari 2018 dilaksanakan dalam situasi dunia dan domestik yang tengah berubah dengan sangat cepat, akibat perkembangan teknologi IT yang mengalami kemajuan yang luar biasa. Hanya dengan sentuhan ringan pada layar gadget, apa yang ada dibenak seseorang dapat tersiar meluas bahkan ke seluruh dunia. Tanpa harus bertemu muka, kita dapat menjalin persahabatan dan keakraban dengan orang lain atau bermusuhan dan berselisih.
Pusat-pusat perbelanjaan (mall/departemen store) besar yang dulunya menjadi tempat berbelanja dan bertransaksi, banyak yang kini ditutup, atau kalaupun masih bertahan hanya sekadar menjadi tempat memajang produk-produk. Karena hampir semua barang sudah dapat kita beli dan dapatkan dalam sekejap melalui belanja on-line, tanpa harus mengunjungi pasar atau mal dan mengantri untuk membayar.
Seorang kepala negara adidaya hanya dengan melontarkan kicauan singkat di media sosial dalam sekejap dapat menimbulkan guncangan dalam pergaulan dunia internasional.
Penyebarluasan informasi dalam hitungan detik tanpa dapat dikendalikan bisa langsung sampai kepada setiap orang dimana pun ia berada, tanpa membedakan usia, jenis kelamin, suku, agama, ras maupun golongan. Begitu banyak hal-hal positif baru yang berkembang, sebaliknya banyak pula hal-hal negatif baru muncul akibat revolusi teknologi IT yang berkembang sedemikian pesatnya.
Oleh karena itu, maka MPA PMKRI kali ini hendaknya tidak hanya menjadi ajang perebutan jabatan dan kursi Ketua Presidium, tetapi terutama menjadi momentum bagi PMKRI untuk mengevaluasi kebijakan-kebijakan organisasi mulai dari strategi rekrutmen anggota dan keanggotaan, model dan kurikulum kaderisasi dan pembinaan kerohanian dan intelektualitas, maupun kiprahnya di bidang kemahasiswaan dan kemasyarakatan, dalam konteks generasi Y (milenial) dan generasi Z, karena dalam dunia generasi inilah PMKRI kini berada dan berhadapan.
Generasi yang pola hidup, budaya, kebiasaan, minat, cara pandang, dan cara berinteraksi dan berkomunikasi serta jargon-jargon yang sudah jauh berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya.