Polarisasi Politik Indonesia Menguat, Golput Diprediksi Meningkat
Upaya KPU dan pihak lainnya menekan dan mengecam pemilih yang sengaja tak mau memilih, menurut Farid, malah akan menjadikan Golput semakin besar.
Kekhawatiran naiknya jumlah Golput terlihat dari kampanye sejumlah tokoh untuk mengajak masyarakat tidak Golput, dengan berargumen bahwa surat suaranya nanti disalahgunakan pihak tidak bertanggungjawab.
Namun menurut Farid, keinginannya untuk Golput justru semakin kuat saat ini. "Itu didorong oleh kekecewaan saya pada sistem politik dan kepartaian di Indonesia," ujarnya.
"Sistem kepartaian kita buruk. UU Kepartaian mengharuskan parpol bersifat nasional (dengan pengecualian di Aceh). Partai seperti itu membutuhkan biaya besar, dan hanya kaum oligarki yang bisa membentuknya," papar mantan jurnalis Tempo dan Republika ini.
Kolusi parpol dengan pengusaha pun, katanya, tak lagi terhindarkan. "Seringkali bahkan pengusaha jadi politisi juga," kata Farid.
Dia mengusulkan parpol dibiarkan tumbuh dari bawah, partai lokal, tanpa harus ikut pemilu dulu. Kehadirannya, pertama-tama untuk pendidikan politik dan advokasi kebijakan publik.
"Bisa ikut pemilu tapi hanya di level kabupaten atau propinsi saja... Jika mereka bagus, bisa naik kelas ke level nasional," paparnya.
Kecewa dengan polarisasi masyarakat