Polda Jabar Tangkap Pembuat Sertifikat Vaksin Covid-19 Ilegal
jpnn.com, JAKARTA - Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Anas Maruf menyampaikan apresiasi kepada Polda Jawa Barat yang menangkap terduga pelaku dalam kasus jasa pembuatan sertifikat vaksin Covid-19 ilegal.
Hal tersebut disampaikan Anas di Aula Gedung Satlantas Jawa Barat, Bandung, Selasa (14/9).
Anas mengatakan adanya jasa pembuatan sertifikat vaksin ilegal akan membahayakan orang yang memiliki sertifikat itu dan masyarakat.
"Kita ketahui bahwa jika tidak divaksinasi akan memiliki risiko yang besar terpapar COVID-19 dan jika terpapar akan memiliki risiko dengan gejala berat," kata Anas, Selasa (14/9).
Untuk diketahui, Polda Jawa Barat menangkap pelaku yang diduga memalsukan sertifikat dan juga menyalahgunakan wewenang pada akun yang sudah pernah digunakan lalu menjualnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus) Polda Jawa Barat Arif Rahman menjelaskan kasus pertama terjadi pada 27 Agustus 2021 dengan pelaku berinisial JR.
Penyidik dari Reskrimsus menemukan akun pada Facebook bernama Jojo yang menawarkan jasa sertifikat vaksin dan memperdagangkan vaksin tanpa melakukan penyuntikan vaksin dengan cara mengirimkan Identitas KTP (NIK) dan mengakses website P-care.
Kemudian, pemesan akan mendapatkan sertifikat vaksin Covid-19. Pelaku diduga telah menerbitkan sembilan sertifikat dengan biaya sekitar Rp100 ribu hingga Rp 200 ribu.
Kasus kedua, lanjut Arif, terjadi pada 6 September 2021 dengan pelaku berinisial MY dan HH yang berperan selaku agen pemasaran yang menawarkan jasa pembuatan sertifikat vaksin melalui sosial media.
Sertifikat vaksin dibuat dan diterbitkam oleh seorang mantan relawan vaksinasi yakni tersangka berinisial IF yang masih bisa mengakses url website https://pcare.bpjs-kesehatan.go.id/vaksin/login.
Sampai saat ini, para pelaku diduga telah menerbitkan sertifikat vaksin palsu sekitar 26 sertifikat dengan harga Rp 300 ribu.
“Pelaku telah dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, perusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik dengan cara apa pun,” papar Arif.
Hal ini, kata Arif, merupakan tindakan yang melawan hukum dan akan diberikan sanksi pasal berlapis minimal 4 tahun dan maksimal 12 tahun penjara. (mcr9/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?