Polri Ungkap 18 Kasus Penyimpangan Produksi APD, Ada 33 Tersangka
jpnn.com, JAKARTA - Kepolisian Republik Indonesia berhasil mengungkap 18 kasus terkait dengan indikasi terjadinya penyimpangan atau penyalagunaan dalam produksi dan pendistribusian alat pelindung diri (APD), hingga Kamis (9/4).
Kabagpenum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Asep Adi Saputra mengatakan penyimpanan yang dilakukan penimbunan sehingga menyebabkan harga melambung tinggi dan ketersediaan di masyarakat pun sedikit.
"Dari 18 kasus ini, modusnya yaitu memainkan harga, menimbun, menghalangi dan menghambat jalur distribusi alat kesehatan, serta memproduksi dan mengedarkan APD, hand-sanitizer, atau alat kesehatan lainnya yang tidak sesuai dengan standar," ujar Asep, dalam konferensi pers melalui akun YouTube BNPB Kamis (9/4).
Untuk mengatasi modus itu Kapolri telah mengeluarkan Surat Telegram nomor 1.101 IV Tahun 2020. Surat Telegram itu diterbitkan sebagai pedoman penanganan pekara dan pelaksanaan tugas selama pencegahan Covid-19.
Dari 18 kasus tersebut, Asep berujar terdapat 33 tersangka, dan dua di antaranya dilakukan penahanan.
Mereka diancam dengan dua undang-undang. Pertama, undang-undang no.7 tahun 2012 tentang perdagangan, untuk pelanggaran pasal 29 dan pasal 107, ancaman hukumannya adalah 5 tahun penjara, dan denda Rp50 miliar.
Kedua, dengan undang-undang no.36, perihal kesehatan. Untuk pelanggaran pasal 98 dan 196, ancaman hukumannya adalah 15 tahun penjara, dan denda Rp1,5 miliar.
"Penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri adalah merupakan upaya yang paling akhir atau ultimum premidium, karena kami mengedepankan pendekatan kepolisian yang bersifat preemtif dan juga preventif," kata Asep.