Potret Keluarga Jawa setelah 125 Tahun 'Merdeka' di Suriname (2-Habis)
Katiman Jedul Kini Bisa Ngendang DengkulWaldi adalah satu-satunya anak laki-laki di keluarga itu. Dia baru saja beristri seorang janda beranak satu. Anak bawaan istrinya tersebut masih balita (di bawah lima tahun). Kini anak itu dititipkan kepada kakek-nenek barunya tersebut.
”Awak dewe melu seneng dikei momongan. Iso dinggo konco (Kami ikut senang diberi momongan. Bisa dijadikan teman),” tutur Wakiyem.
Hanya, meski sudah berkeluarga, Waldi dan istrinya jarang bertemu. Keduanya bekerja dengan jam masuk yang berlainan. Sang istri kerja kantoran, mulai pagi sampai sore. Sedangkan Waldi berangkat kerja tengah hari dan baru pulang tengah malam.
Katiman mengakui bahwa seluruh anaknya sepertinya mengikuti jejaknya saat masih bekerja. Mereka bekerja keras siang malam sampai tidak sempat mengurus rumah.
”Saya dulu berangkat kerja jam lima pagi dan baru pulang jam dua belas malam. Jarang bisa ketemu anak. Jadi, yang ngurus anak-anak semua ibunya,” kata dia.
Pukul 07.00–14.00, Katiman bekerja di kantor. Setelah itu, dia sambung menjadi sopir taksi hingga tengah malam. Itu berlangsung bertahun-tahun.
Sebelum menjadi pegawai negeri, Katiman pernah bekerja di Suriname Aluminium Company (Suralco) selama 13 tahun. Dia lalu memutuskan untuk keluar dari Suralco pada 1977 dan masuk menjadi pegawai pemerintah hingga pensiun di usia 60 tahun. Kini dia bisa menikmati dua gaji pensiun: dari Suralco dan pemerintah. Pensiun itu belum ditambah dengan dana orang tua (AOV) yang diberikan kepada setiap orang Suriname yang berusia di atas 60 tahun. Besarnya SRD 525 per bulan (sekitar Rp 1,5 juta). Karena itu, secara ekonomi, Katiman tidak kekurangan. Apalagi, anak-anaknya kaya.
”Saiki aku wis merdiko. Wis iso ngendang dengkul. Le nandur wis iso dipaneni (Sekarang saya sudah merdeka. Sudah bisa duduk manis menekuk dengkul. Tanamannya sudah bisa dipanen),” tambah dia.