Presiden Jokowi Diminta Tinjau Ulang Rencana Menaikkan Iuran BPJS Kesehatan
jpnn.com, JAKARTA - Pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin disarankan mengkaji rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan rencana pencabutan subsidi listrik kelompok 900 VA.
Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira di Jakarta, Minggu (20/10), mengatakan pekerjaan rumah bagi Jokowi dan Ma'ruf dalam 100 hari pertama pemerintahan adalah memastikan terjaganya daya beli masyarakat.
“Hal itu krusial agar pertumbuhan ekonomi domestik tidak semakin melambat, dan tetap berada di kisaran 5,1 persen di akhir tahun,” ujar Bhima.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan pencabutan subsidi listrik 900 VA yang direncanakan pada awal tahun depan bisa memperlemah daya beli masyarakat dan akan menggerus semakin dalam pertumbuhan ekonomi.
"Kebijakan untuk pencabutan subsidi listrik kelompok 900 VA, misalnya harus dievaluasi ulang. Begitu juga dengan kenaikan iuran BPJS karena berisiko melemahkan daya beli," ujar dia.
Sejalan dengan upaya untuk menjaga daya beli, keberlanjutan pembangunan infrastruktur juga perlu dipastikan Jokowi-Ma'ruf. Proyek pembangunan infrastruktur menjadi stimulus ekonomi karena membuka lapangan kerja dan menggerakkan sektor ekonomi riil, termasuk bagi perekonomian di daerah. Dengan begitu, kebijakan ekonomi dapat berjalan inklusif ke seluruh lapisan masyarakat.
"Mulai dari bandara sampai jalan tol yang utilitasnya masih rendah bisa dioptimalkan, sehingga biaya logistik bisa turun ke bawah 20 persen. Janji pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) pun bisa dilakukan secara paralel," ujar dia.
Terkait rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan tarif iuran kepesertaan BPJS Kesehatan kelas Mandiri I naik 100 persen dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu per peserta per bulan mulai 1 Januari 2020 mendatang. Lalu, tarif iuran kelas Mandiri II naik dari Rp59 ribu menjadi Rp110 ribu per peserta per bulan.